TEMPO.CO, Jakarta-Kuasa hukum Mayor Jenderal (Purnawirawan) Kivlan Zen, Muhammad Yuntri, mengatakan kliennya menyanggah keterangan para tersangka perencanaan pembunuhan tokoh nasional. Sebelumnya dalam video pengakuan tiga tersangka perencanaan pembunuhan tokoh pejabat, yakni Tajudin, Irfansyah dan Iwan, yang diputar polisi di Kementerian Polhukam, disebutkan bahwa Kivlanlah yang menyuruh mereka menghabisi Wiranto, Luhut Panjaitan, Budi Gunawan dan Gories Mere.
Namun menurut Yuntri, keterangan para tersangka berbeda dengan cerita versi Kivlan. “Kivlan secara fakta membantah tegas dengan cerita yang berbeda,” tulis Yuntri dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa 11 Juni 2019.
Baca Juga: Polisi Dalami Keterlibatan Kivlan Zen di Kasus Rencana Pembunuhan
Sekitar tiga bukan lalu, kata Yuntri, Iwan pernah dimintai tolong Kivlan untuk menggelar kegiatan demonstrasi anti-PKI dalam momentum peringatan hari Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Setelah kliennya memberikan dukungan sejumlah dana, tiba-tiba Iwan memberitahu Kivlan bahwa ada rencana pembunuhan terhadap eks Kepala Staf Kostrad itu oleh para empat petinggi negara melalui Badan Intelijen Negara. “Maka untuk mengantisipasinya, Iwan mendapat tugas melindungi Kivlan dan dipekerjakanlah sebagai sopir pribadi kemana-mana,” tuturnya.
Soal kepemilikan denjata api, kata Yantri, tidak pernah ada transaksi yang melibatkan Kivlan. Maka tuduhan yang kini dijadikan dasar polisi untuk menjerat Kivlan sebagai tersangka dengan Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 1 tentang kepemilikan senjata api ilegal, ia sebut tidak berdasar.
Yuntri mengatakan tudingan tersebut semestinya dibuktikan dengan transaksi antara si pembeli atau penjual senjata api dan spesifikasi barang buktinya. Kalau tidak ada kaitannya dengan Kivlan, ia meminta agar purnawirawan jenderal bintang dua itu segera dibebaskan.
Yuntri heran Iwan dan beberapa orang lainnya yang kini ditahan dalam kasus kepemilikan senjata api ilegal sama sekali tidak bisa dibesuk. Ia curiga saat pembuatan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), mereka di bawah tekanan sehingga fakta berubah menjadi opini. “Kemudian dipakai polisi untuk menjustifikasi konpres (konferensi pers) oleh Kapolri bersama Menkopolhukam beberapa hari lalu di kantor Kemenkopolhukam,” tuturnya.
Pada Selasa siang polisi membeberka video pengakuan dari para tersangka. Video pertama berisi pengakuan dari Iwan. Dalam video itu ia mengatakan pada bulan Maret Kivlan Zen mengajaknya bertemu di Masjid Kelapa Gading, Jakarta Utara. Pada pertemuan itu ia diberikan uang sejumlah Sin$ 15.000, yang ia tukarkan langsung di money changer menjadi Rp 150 juta.
Uang tersebut, menurut Iwan, diberikan Kivlan untuk pembelian empat senjata api. Dua senjata laras pendek, dan dua senjata laras panjang. “Saya domisili Binong, Bogor, saya diamankan polisi terkait ujaran kebencian, kepemilikan senjata api, dan ada kaitannya senior saya yakni Mayor Jenderal Kivlan Zen,” ucap dia.
Video selanjutnya berisi pengakuan Tajudin, yang mengaku diperintahkan oleh Kivlan Zen untuk mengeksekusi Menko Polhukam Wiranto, Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelejen Negara Budi Gunawan, Staf Khusus Presiden Bidang Intelejen dan Keamanan Gories Mere. “Saya mendapat perntah dari Mayjen Purn Kivlan Zen melalui Kurniawan alias Iwan untuk menjadi eksekutor,” tuturnya.
Simak Juga: Polisi Buka Video Pengakuan Pelaku Perencanaan Pembunuhan Tokoh
Satu video lain berisi pengakuan seseorang bernama Irfansyah. Ia mengaku bertemu dengan Kivlan Zen di masjid Pondok Indah, dua hari sehabis pemilu. Irfansyah mengatakan dirinya diperintahkan untuk mengeksekusi Direktur Eksekutif lembaga survei Charta Politica, Yunarto Wijaya.
"Pak Kivlan Zen berkata kepada saya coba kamu cek alamat ini kamu foto dan videokan nanti saya kasih uang operasional Rp 5 juta, cukuplah untuk bensin dan makan," ucap Irfansyah dalam video. "Kalau kamu berhasil eksekusi, nanti saya jamin anak dan istrinya bisa liburan ke mana pun."