TEMPO.CO, Jakarta - Keponakan pengendali saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim, Ake Nursalim, mengaku mendengar kabar penetapan status tersangka pamannya melalui media massa. "Kami keluarga baru mengetahui dari media massa dan salah satu di antaranya adalah dari Tempo," kata Ake, Selasa, 11 Juni 2019.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih S. Nursalim sebagai tersangka korupsi pemenuhan kewajiban obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Baca juga: Sjamsul Nursalim Tersangka dan Kerugian Negara Rp 4,58 T
Pihak keluarga, kata Ake, belum memikirkan kemungkinan mengajukan praperadilan terhadap penetapan tersangka Sjamsul. "Rasanya terlalu dini bagi kami memikirkan hal itu."
Ia hanya mengisyaratkan bahwa pamannya, Sjamsul Nursalim akan menggunakan hak warga negara yakni meminta perlindungan hukum yang adil.
Penetapan tersangka pemegang kendali saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) itu merupakan pengembangan dari kasus itu. "Sebelumnya KPK telah memproses satu orang, yaitu Syafruddin Arsyad Tumenggung, hingga putusan di tingkat banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di kantornya, Jakarta Selatan, Senin, 10 Juni 2019.
Baca juga: KPK akan Menyita Aset Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim
Kasus BLBI merupakan kasus korupsi yang berkaitan dengan dana talangan yang diberikan pemerintah saat krisis keuangan pada 1997. Ada 48 bank komersil bermasalah akibat krisis yang akhirnya mendapat bantuan talangan lewat skema BLBI.
Total dana talangan BLBI yang dikeluarkan sebesar Rp 144,5 triliun. Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan sekitar 95 persen dana talangan itu diselewengkan.