TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai ancaman menjadikannya sasaran untuk dibunuh pada aksi 22 Mei 2019 merupakan cara yang kampungan.
Baca: Telepon Luhut, Prabowo Cerita Soal Cek Kesehatan di Luar Negeri
"Untuk apa buat seperti itu. Kalau kita beda pendapat dalam demokrasi bukan dengan cara kayak gitu. Kan kampungan cara begitu dan pasti ketahuan," katanya, ditemui di kediamannya di Jakarta, Kamis, 30 Mei 2019.
Menurut Luhut, ia sering mendengar ancaman di Timor Timur saat dulu berkarier sebagai tentara. Namun, ia mengaku heran jika hal serupa terjadi di Jakarta apalagi di era demokrasi. Sebab, kata dia, pikiran untuk membunuh karena perbedaan pendapat seperti itu seharusnya tidak terjadi di era demokrasi.
"Kalau di daerah seperti gini, di Jakarta, di era demokrasi gini, masih ada pikiran seperti itu saya pikir kampungan itu," kata dia.
Luhut menyesalkan adanya ancaman pembunuhan meskipun ancaman pembunuhan merupakan hal yang biasa ia terima karena kariernya sebagai tentara. "Yang saya sayangkan sebenarnya kenapa sih mesti ancam-ancam. Orang saya kenal juga kok, memang gampang bunuh orang," katanya.
Mantan Menko Polhukam itu meyakini cepat atau lambat dalang utama kelompok penunggang gelap aksi massa 22 Mei 2019 akan bisa terungkap. "Hanya soal waktu saja, jadi tidak bisa berkelit. Saya lihat ini Pak Tito 'very very professional'," kata dia.
Sebelumnya, dugaan rencana pembunuhan terhadap empat tokoh nasional terungkap setelah polisi menangkap enam orang, yakni HK, AZ, IR, TJ, AD dan AF. Dari hasil pemeriksaan terungkap, mereka diduga berencana membunuh empat tokoh nasional.
Baca: Lebaran Dianggap Momen Tepat Jokowi dan Prabowo Bertemu
Keempat tokoh itu yakni Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto; Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan; Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan; dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.