TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan pemberian uang yang disebut bisyaroh kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin ilegal.
Baca juga: Pengacara Haris: Uang untuk Menag Lukman Hakim Saifuddin Bisyaroh
"Kita tidak bisa melepaskan antara bisyaroh itu dengan jabatan menteri agama, apalagi momennya ketika terdakwa akan maju sebagai Kepala Kantor Wilayah Kemenag," kata jaksa KPK, Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 29 Mei 2019.
Sebelumnya, jaksa mendakwa Haris menyuap mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy dan Lukman Hakim dengan duit Rp 325 juta. Uang itu diberikan supaya Haris bisa terpilih menjadi Kepala Kantor Wilayah Kemenag Provinsi Jawa Timur. Jaksa menyatakan Rommy menerima Rp 255 juta, sementara Lukman menerima Rp 70 juta.
Pengacara Haris, Samsul Huda Yudha mengatakan kliennya menganggap uang untuk Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin bukan suap tapi uang bisyaroh. Bisyaroh secara harfiah berarti kabar gembira. Istilah itu biasa digunakan kalangan pesantren untuk menyebut gaji atau bayaran.
"Tidak pernah Pak Menteri atau Pak Rommy meminta sesuatu, yang ada itu bentuk tradisi lama namanya bisyaroh, kalau di pesantren diberikan pada guru ngaji sebagai bentuk pesangon atau terima kasih," kata Samsul.
Baca juga: Menag Lukman Klaim Uang di Laci adalah Akumulasi Dana Operaisonal
Samsul mengatakan kliennya mengakui memberikan Rp 20 juta kepada Lukman Hakim Saifuddin. Namun, untuk Rp 50 juta, ia mengatakan itu merupakan duit hasil urunan dari sejumlah kepala kantor di Jatim. Dia bilang uang itu sebagai bentuk penghormatan terhadap kedatangan Menag. Tradisi itu, kata dia, sudah berlangsung lama.
Jaksa Wawan mengatakan pihaknya sudah mengetahui adanya tradisi urunan duit untuk diberikan pada menteri. Dia bilang penarikan uang itu ilegal. Menteri, kata dia, sudah memiliki anggaran untuk membiayai perjalanan dinas. "Tarikan itu ilegal," ujar Wawan.