TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu meyakini senjata yang dikirim dari Aceh untuk mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) Mayor Jenderal Soenarko, bukan senjata selundupan. Hal ini, kata dia, tak terlepas dari jejak panjang Soenarko bertempur di lapangan.
Baca juga: Wiranto Sebut Senjata Ilegal Soenarko Berasal dari Aceh
"Saya rasa bukan penyeludupan ya. Senjata sudah ada dari dulu. Kan dia perang terus itu orang. Timor Timur, di Aceh, mungkin senjata rampasan di situ," kata Ryamizard saat ditemui di Komplek Istana Negara, Rabu, 29 Mei 2019.
Soenarko diketahui menjabat sebagai Danjen Kopassus pada Agustus 2007. Sebelumnya, ia lama berkecimpung di berbagai daerah konflik, termasuk Aceh. Beberapa jabatan yang pernah ia pegang adalah asisten operasi Kasdam IM di awal pembentukan Kodam Iskandar Muda, Danrem-11/SNJ, Danrem-022 Dam-I/BB, Pamen Renhabesad, Paban 133/Biorgsospad, hingga Pati Ahli Kasad Bidsosbud, dan Kasdif-1 Kostrad.
Meski begitu, Ryamizard enggan menanggapi dugaan keterlibatan Soenarko dalam rencana kerusuhan 21-23 Mei 2019 lalu, di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat. Ryamizard justru mempertanyakan tudingan bahwa ada upaya pembunuhan terhadap empat pejabat negara.
Ia menduga hal tersebut hanya gertakan semata. "Saya rasa ndak lah, masa sebagai bangsa mungkin ngomong aja tuh. Ya biasa lah, kalau kata orang Betawi, 'Ntar gue gebukin lo', tapi kan belum tentu gebukin. Gitu kan," kata Ryamizard.
Baca juga: Kata Polisi-TNI Soal Kabar Eks Danjen Kopassus Soenarko Ditangkap
Saat ini, Mabes Polri masih menyelidiki dalang di balik kerusuhan yang pecah pasca Pemilihan Umum 2019. Selain menetapkan Soenarko sebagai tersangka atas kasus dugaan makar, Polri juga menangkap pelaku lain yang diduga akan menjadi eksekutor di saat kerusuhan terjadi.
Dari pengakuan mereka, Polri menyebut ada empat pejabat negara yang diancam akan dibunuh. Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Kepala Badan Intelejen Negara Budi Gunawan, dan staf khsusus Presiden, Gories Mere.