TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi menilai pembatasan penggunaan media sosial yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak efektif mengurangi hoaks. “Kalau dilihat, karena banyak pakai VPN (Virtual Private Network), jadi seperti tidak efektif,” ujar Heru saat dihubungi, Rabu, 23 Mei 2019.
Menurut dia, pembatasan hanya bisa membatasi sebagian pengguna media sosial. “Ada yang terblok dan ada yang tidak.” Pembatasan akses ini harus dievaluasi dan dipertimbangkan kembali.
Baca juga: Wiranto: Cegah Hoaks, Pemerintah Batasi Fitur di Media Sosial
“Jangan sampai sejarah mencatat, ‘di bawah Pak Jokowi dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara kita memasuki masa kelam membatasi akses ke saluran informasi’.” Sesungguhnya akses ke saluran informasi dijamin Undang Undang Dasar 45 Pasal 28 f.
Pemerintah membatasi akses pengiriman foto dan video di beberapa media sosial seperti WhatsApp, Instagram, dan Facebook, Rabu, 22 Mei 2019. Alasannya, kerusuhan 22 Mei yang terjadi di gedung Badan Pengawas Pemilu dan beberapa lokasi di Jakarta rawan dimanfaatkan untuk menyebar informasi bohong.
Hingga saat ini pembatasan masih berlangsung untuk beberapa pengguna. Masyarakat banyak yang mengunduh aplikasi VPN untuk bisa menembus pemblokiran.
Baca juga: Bermedsos, Puluhan Siswi di Garut Jadi Korban Pelecehan Seksual
Jika langkah ini harus ditempuh, kata Heru, bisa dengan cara membatasi orang per orang yang memprovokasi, menyebar hoaks, dan ujaran kebencian. “Dan kenapa baru sekarang?” Seharusnya pemblokiran dilakukan agar pembelahan tidak kian tajam menjelang Pemilu.
Untuk menjalankan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, menurut Heru, yang terpenting adalah pembatasan atau blokir itu harus dapat dipertanggungjawabkan, dilakukan secara transparan, dan setelah mendapat masukan yang cukup dari publik dan ahli. “Kominfo harus punya SOP pemblokiran yang selama ini selalu jadi pertanyaan.” Kementerian itu sebelumnya memiliki Tim Panel, lembaga ad hoc yang penting agar Kominfo juga tidak dianggap melampaui kewenangan (abuse of power). Namun lembaga itu sudah dilikuidasi.
Baca juga: Polri Buru Penyebar Hoaks Polisi Tembaki Masjid
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan pembatasan media sosial ini efektif mencegah hoaks beredar. “Secara psikologis, video dan gambar mempunyai dampak yang lebih cepat men-trigger emosi orang, pengguna medsos-instant messaging,” ucapnya saat dihubungi, Rabu, 23 Mei 2019. Pembatasan akses kepada fitur itu, kata dia, otomatis mengurangi kesempatan mempengaruhi pemikiran penerima video atau gambar. “Pasti efektif.”
Meski efektif, Rudiantara belum memaparkan angka data penurunan informasi hoaks setelah pembatasan media sosial. Menurut dia, pembatasan ini berlangsung hingga pihak keamanan menyatakan suasana kondusif.
Rudiantara mengatakan landasan hukum pembatasan media sosial adalah Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dia mengatakan inti dari aturan itu yakni meningkatkan literasi, kemampuan, kapasitas dan, kapabilitas masyarakat tentang digital. "Kedua manajemen dari konten termasuk melakukan pembatasan."