TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat menyatakan rusuh 22 Mei terjadi tak lepas dari berbagai pernyataan elite politik sebelumnya. “(Pernyataan) itu memanaskan suasana dan mengakselerasi kekerasan,” ujar Koordinator Kontras, Yati Andriyani melalui keterangan tertulis, Kamis, 23 Mei 2019.
Baca juga: Rusuh 22 Mei, Kapolri Bantah Perintahkan Tembak di Tempat
Beberapa lembaga yang merilis pernyataan tertulis tersebut adalah Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lokataru, dan LBH. Sedangkan elite politik yang mereka tuding berasal dari kubu pemerintah maupun kubu Prabowo – Sandiaga Uno. Menurut Yati, pernyataan itu direspon secara cepat oleh massa baik di Jakarta maupun di luar Jakarta. "Hal ini terlihat dari sentimen anti polisi yang semakin memanas di lapangan."
Menurut dia, komentar yang memperkeruh situasi sudah terlontar sejak 21 Mei 2019. Yati menyebutkan kondisinya makin runyam akibat pernyataan yang tidak menunjukkan kedewasaan dalam berpolitik. "Pernyataan kedua kubu justru semakin memperburuk situasi sejak sebelum dan setelah penetapan pemenang Pilpres oleh KPU."
Aksi unjuk rasa yang berlokasi di depan Gedung Bawaslu, Jakarta, Selasa, 21/5, berujung pada aksi kekerasan pada Rabu dini hari (22/5) hingga malam hari. Berdasarkan pemantauan Kontras, selama dua hari (20 – 21 Mei 2019) titik kerusuhan terjadi di Petamburan, Slipi, K.S. Tubun, Sabang, dan Wahid Hasyim dan melibatkan aparat kepolisian dengan demonstran.
Mereka mencatat setidaknya 300 orang mengalami luka-luka, 10 orang luka berat, dan 5 orang meninggal dunia yang telah terverifikasi (sementara data Pemprov DKI terdapat 6 orang tewas). Yati menyampaikan beberapa korban yang meninggal dunia diidentifikasi mengalami luka tembak dibagian dada dan leher.
Menurut Yati, hasil indenfikasi bahwa massa demonstran berasal dari beragam daerah, seperti Tangerang, Bekasi, Bangka, Bogor, dan Depok. Ia menuturkan massa yang menjadi korban dalam bentrokan diketahui umumnya masih berusia kisaran remaja.
Yati mengimbau para elit politik dari kedua kubu menghentikan pernyataan dan kebijakan yang dapat memicu eskalasi kekerasan, serta melakukan upaya aktif untuk meredakan situasi dan kondisi yang terjadi.
IRSYAN HASYIM