TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi menyebut nama asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Miftahul Ulum. Nama Ulum muncul saat hakim menjabarkan aliran uang dari Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E. Awuy.
Baca: Aspri Menpora Bantah Terlibat Suap Dana Hibah Kemenpora
Penjabaran aliran dana itu diutarakan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada sore ini, 20 Mei 2019 sekitar pukul 15.30 WIB.
Salah satu hakim bernama Muhammad Arifin menuturkan, Ending Fuad dan Johny memberikan uang kepada sejumlah orang di Kementerian Pemuda dan Olahraga. "Diberikan ke Miftahul Ulum selaku asisten pribadi menteri melalui Arief [Arief Susanto, orang suruhan Ulum] yang seluruhnya berjumlah 11,5 miliar rupiah," kata hakim Arifin.
Hakim kemudian merinci pemberian yang dilakukan secara bertahap, sebagai berikut :
- Maret 2018, Hamidy atas sepengetahuan Johny memberikan Rp 2 miliar kepada Miftahul Ulum di Gedung KONI lantai 12.
- Februari 2018, Hamidy memberikan Rp 500 juta kepada Miftahul Ulum di Gedung KONI.
- Juni 2018, Hamidy memberikan Rp 3 miliar kepada orang suruhan Miftahul Ulum bernama Arief
- Mei 2018, Hamidy memberikan Rp 3 miliar kepada Miftahul Ulum di Gedung KONI Pusat.
- Sebelum lebaran 2018, Hamidy menyerahkan uang senilai Rp 3 miliar dalam bentuk mata uang asing kepada Ulum di lapangan tenis Kemenpora.
Selain itu, hakim juga menyebut Johny pernah menyerahkan satu kartu ATM kepada Ulum. Johny diketahui pernah mentransfer Rp 20 juta saat Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum sedang berada di Jeddah. Kemudian, Johny mentransfer lagi uang Rp 30 juta. Dua kali pengiriman uang tersebut dilakukan dalam kurun waktu akhir November sampai awal Desember 2018.
Asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga atau Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum membantah terlibat dalam dugaan korupsi dana hibah ke Komite Olahraga Nasional Indonesia. Ia juga membantah keterlibatan Menpora Imam Nahrawi.
"Saya bantah, saya akan jawab nanti, yang jelas tidak ada peran saya," kata Miftahul saat dihubungi Tempo, Kamis, 20 Desember 2018.
Dalam kasus ini, Ending Fuad dijatuhi hukuman dua tahun delapan bulan penjara dan denda Rp 100 juta. Sementara, Johny E Awuy divonis satu tahun delapan bulan penjara dan denda Rp 50 juta.
Hakim menyatakan Ending Fuad dan Johny bersalah karena terbukti memberi suap sebesar Rp 400 juta, satu unit mobil Toyota Fortuner, dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note9 kepada Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana.
Pemberian itu dilakukan agar Mulyana memuluskan pencairan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga pada ajang Asian Games 2018 dan Asian Paragames 2018. Dalam proposal itu KONI mengajukan dana Rp 51,52 miliar.
Selain itu, pemberian tersebut juga dilakukan guna memuluskan pencairan usulan kegiatan pendampingan dan pengawasan program SEA Games 2019 tahun anggaran 2018.
Baca: Sekjen KONI Ungkap Bobroknya Tata Kelola Dana Hibah di Kemenpora
Endang Fuad dan Johny E. Awuy melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.