TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai gugatan perdata yang diajukan Sjamsul Nursalim dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) mengganggu kinerja lembaganya. Apalagi, masa kadaluarsa kasus ini akan berakhir pada 2022.
Baca: KPK Buka Peluang Periksa Sjamsul Nursalim di Singapura
"Kami sudah membahas di internal, bahwa gugatan ini bisa mengganggu kinerja KPK," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di kantornya, Jakarta, Kamis, 16 Mei 2019.
Sebelumnya, Sjamsul melalui pengacaranya, Otto Hasibuan menggugat secara perdata hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dalam kasus BLBI. Dalam gugatannya, Sjamsul menganggap laporan hasil investigasi BPK tidak sah, cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Audit BPK yang dipersoalkan adalah laporan hasil investigasi kerugian negara dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas untuk Bank Dagang Negara Indonesia, milik Sjamsul. BPK menyatakan negara rugi Rp 4,58 triliun karena penerbitan SKL BLBI untuk BDNI itu.
Laporan BPK ini pula yang menjadi landasan bagi KPK untuk menjerat Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional, Syafruddin Arsyad Temenggung. Ia divonis 15 tahun penjara di tingkat banding karena terbukti bersalah menerbitkan SKL BLBI untuk Sjamsul hingga menyebabkan kerugian negara Rp 4,58 triliun. Dalam putusannya, Syafruddin disebut merugikan negara bersama-sama dengan Sjamsul, Itjih, dan mantan Kepala Komite Kebijakan Sistem Keuangan Dorodjatun Kuntjoro Jakti.
Febri mengatakan KPK telah memutuskan membantu BPK menghadapi gugatan Sjamsul. Bantuan diberikan, sebab audit BPK dalam kasus BLBI datang dari KPK. Selain itu, putusan gugatan perdata tersebut juga punya konsekuensi hukum terhadap pengusutan perkara BLBI di KPK.
Simak juga: Hukuman Diperberat, Syafruddin Temenggung Bakal Ajukan Kasasi
Kendati demikian, Febri memastikan gugatan itu tak menghentikan proses pengembangan perkara BLBI untuk menjerat pelaku lainnya. "Ada beberapa nama yang disebutkan dalam putusan, tentu kami dalami lebih lanjut," kata Febri.