TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menyita 18 dokumen risalah rapat DPR yang dipimpin ataupun dihadiri tersangka suap pengangkutan pupuk, Bowo Sidik Pangarso. Dokumen itu disita dari Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar.
Baca: Bowo Sidik Pangarso Diduga Terima Suap dari Perusahaan Lain
"Beberapa risalah rapat yang dipimpin dan dihadiri Pak Bowo juga diminta KPK, keseluruhannya 18 dokumen," kata Indra di depan Gedung KPK seusai diperiksa, Kamis, 16 Mei 2019.
Indra menjelaskan belasan dokumen yang disita merupakan risalah rapat DPR sejak Bowo menjabat anggota DPR pada 2014. Dokumen yang disita juga berasal dari rapat Komisi VI di mana Bowo menjadi salah satu pimpinan. Dan risalah rapat Badan Anggaran DPR di mana politikus Partai Golkar itu menjadi anggota.
Indra mengatakan salah satu risalah yang disita adalah rapat Komisi VI dengan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bowo menjadi pimpinan rapat ketika itu. "Saya dikonfirmasi menyangkut rapat pada laporan singkat Komisi VI yang dipimpin Pak Bowo dan dihadiri beberapa BUMN," kata Indra.
Sekretaris Jenderal DPR juga dikonfirmasi mengenai aturan etik anggota dewan. "Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anggota Dewan," katanya.
Dalam perkara ini, KPK menyangka Bowo menerima suap dari pegawai PT Humpuss Transportasi Kimia, Asty Winasti sekitar Rp 1,2 miliar. KPK menyangka suap diberikan agar Bowo membantu PT HTK memperoleh kontrak kerja sama pengangkutan pupuk dengan PT Pupuk Indonesia Logistik.
Baca: Jejak Kasus Bowo Sidik hingga Menyeret Golkar dan Nusron Wahid
Selain dari Asty, KPK menyangka Bowo menerima uang dari sumber lain. Sebab, KPK menyita jumlah duit sekitar Rp 8 miliar dari perusahaan Bowo. Guna menulusuri sumber uang itu, KPK telah menggeledah kantor dan rumah Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. KPK menyita dokumen Peraturan Menteri Perdagangan terkait gula rafinasi dari kantor Enggar. Selain itu, KPK juga menggeledah ruang kerja Anggota DPR M. Nasir.