TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai istilah people power dan kedaulatan rakyat yang dilontarkan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai jargon politik. Adi juga menyebut istilah itu bentuk kegenitan politik elite yang dimaknai berlebihan.
Baca juga: Prasyarat Tak Terpenuhi, People Power Dianggap Tak Bakal Terjadi
Istilah people power (yang lalu diganti kedaulatan rakyat) itu pertama kali dilontarkan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Amien Rais yang memprotes dugaan kecurangan di pemilihan presiden 2019. Amien menyebut kecurangan-kecurangan yang mereka temukan merugikan pasangan calon Prabowo-Sandiaga yang dia jagokan.
"People power yang pertama disampaikan Amien Rais itu hanya sebatas kegenitan politik sebenarnya, makanya idiom-idiom yang digunakan itu memang agak sedikit provokatif," kata Adi ketika dihubungi, Kamis, 16 Mei 2019.
Menurut Adi, istilah people power menurutnya merujuk pada aksi kolektif massa besar-besaran yang menginginkan terjadinya perubahan ekstrem di sebuah negara. Biasanya, kata dia, aksi ini terjadi di negara-negara yang totaliter atau belum demokratis, dan masyarakat satu suara ingin mengganti rezim otoriter itu.
Adi mencontohkan, aksi reformasi pada 1998 dapat dikatakan memenuhi unsur people power ini. Namun aksi-aksi yang terjadi belakangan ini, seumpama demonstrasi di depan Badan Pengawas Pemilihan Umum pada 10 Mei lalu, menurut Adi sebagai protes dari pendukung Prabowo yang menolak hasil pilpres.
Dia menilai aksi people power atau kedaulatan rakyat yang digaungkan itu tak merepresentasikan penolakan masyarakat secara umum. Dengan kata lain, narasi itu menjadi kontraproduktif. "Karena yang menolak people power juga adalah masyarakat," ujarnya.
Kubu Prabowo menyatakan tak akan membawa sengketa hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei nanti. Sebagai gantinya, mereka menyatakan akan mendengarkan suara rakyat dan mengembalikan kedaulatan kepada mereka. Namun, dalam berbagai kesempatan, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga tak pernah secara tegas menyatakan akan ada aksi massa memprotes hasil pilpres.
Menurut Adi, kalau pun ada aksi massa pada 22 Mei nanti atau setelahnya, istilah people power tetap tidak tepat digunakan. "Itu ya partisipasi politik saja, demo, aksi massa aja. Enggak perlu sampai menggunakan people power atau kedaulatan rakyat," ujarnya.