Dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta AB. Widyanta mengkritik langkah polisi yang berlebihan dalam menangani gerakan Anarko Sindikalis. “Phobia yang berlebihan. Polisi sangat represif pada peringatan Hari Buruh di Bandung,” kata AB. Widyanta kepada Tempo, Jumat, 3 Mei 2019.
Simak: Moeldoko Menduga Aksi Anarko Sindikalisme Dilakukan Terstruktur
Gerakan Anarko Sindikalis, kata dia, mendapat stigma atau cap mirip Komunisme. Phobia terhadap gerakan itu menurutnya seperti menciptakan hantu baru yang tidak perlu. Polisi seharusnya tidak gegabah menangani gerakan ini dan tidak menjadikan gerakan itu sebagai kambing hitam. Kekerasan dan pemberangusan terhadap gerakan Anarko Sindikalis justru menggambarkan ketidakdewasaan dalam berdemokrasi.
Ihwal tuduhan gerakan itu merusak fasilitas umum, polisi seharusnya berhati-hati menyelidikinya dan tidak asal tuding. Polisi juga memperhatikan kondisi psikologis massa yang sedang melakukan aksi. Perusakan fasilitas umum misalnya bisa saja ditunggangi karena aktor dalam aksi itu jumlahnya banyak.
Dia menjelaskan Anarko Sindikalis merupakan cabang dari aliran pemikiran anarkisme yang mengkritik ketimpangan kelas. Gerakannya nir-kekerasan, membela serikat buruh, persamaan, dan memperjuangkan keadilan sosial. Mereka mengusung pemenuhan hak buruh, hak hidup yang layak.
Gerakan itu melawan fundamentalisme pasar atau kapitalisme yang sangat masif di Indonesia. Idenya sama dengan yang diusung Marxisme. Dosen yang mengajar teori-teori sosiologi dan sosiologi lingkungan ini menyebutkan kerap berdiskusi dengan aktivis Anarko. Spirit perjuangan mereka adalah memperjuangkan buruh dan melawan kapitalisme global yang mendera berbagai lini kehidupan. “Gerakan pembebasan buruh menjadi ruh mereka,” kata dia.
Anggota gerakan Anarko Sindikalis, kata Widyanta, punya militansi melawan kapitalisme. Misalnya, industri yang merusak lingkungan hidup dan pelanggar Hak Asasi Manusia. Kebanyakan dari mereka terjun langsung dan punya pengalaman menghadapi konflik agraria atau penyerobotan tanah atas nama infrastruktur. Gerakan mereka mengajak orang berpikir tentang persoalan-persoalan sosial, misalnya pembangunan atas nama infrastruktur dan pariwisata.
Simak juga: Polri Sedang Petakan Penganut Doktrin Buruh Anarko Sindikalisme
Widyanta menuturkan setelah reformasi gerakan ini makin membesar seiring dengan semakin berkembangnya serikat buruh di Indonesia. Gerakan ini, kata dia seharusnya diberi ruang dan tidak disingkirkan.
Simak kelanjutannya: Blak-blakan anggota Anarko Sindikalis tentang gerakan mereka