TEMPO.CO, Jakarta - Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno menilai, saat ini bukan waktu yang tepat bagi pemerintah membahas rencana pemindahan ibu kota. Musababnya, kata dia, saat ini sedang fokus membahas pemilihan umum dan mengawal proses rekapitulasi suara.
Baca: Sandiaga Anggap Rekonsiliasi Jokowi - Prabowo Tak Perlu Perantara
"It's not the time," ujar Sandiaga Uno sambil menggerak-gerakkan telunjuk seolah mengaduk sesuatu di telapak tangannya, saat berbincang-bincang dengan media di kediamannya, Jalan Jenggala II, Jakarta Selatan pada Sabtu pagi, 4 Mei 2019.
Bagi Sandiaga, rencana pemindahan ibu kota bukanlah sesuatu hal yang mudah diputuskan. "Ada waktu yang tepat untuk berbicara hal tersebut dan harus disampaikan kepada masyarakat lengkap dengan pertimbangannya, cost-nya dan lain sebagainya," kata dia.
Selain itu, kata Sandiaga, pemerintah harus melakukan jajak pendapat atau referendum, musababnya seluruh rakyat Indonesia memiliki hak untuk menentukan di mana ibu kota.
"Tetapi tadi kenapa saya begini (menggerak-gerakkan telunjuk seolah mengaduk sesuatu di telapak tangannya), karena ini mengolah-olah saja, kayak kekurangan isu saja, ditambahin isu seperti ini," ujar Sandiaga Uno.
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon juga berpendapat bahwa ide Presiden Joko Widodo atau Jokowi memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa, hanya pengalihan isu saja.
"Pengalihan isu. Dulu, kan, begitu, ngomong-ngomong lalu ngilang. Karena ini dagelan. Pemerintahan dagelan," kata Fadli usai mengikuti peringatan Hari Buruh di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Rabu, 1 Mei 2019.
Musababnya, menurut politikus Partai Gerindra itu, pemindahan Ibu Kota harus ada kajian mendalam dan serius. Karena itu, ia yakin pemerintah tidak akan merealisasikan rencana itu dalam waktu dekat.
Presiden Jokowi memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa dalam rapat terbatas yang diadakan di Kantor Presiden, Jakarta, Senin, 29 April 2019.
Alasan pemindahan ke luar Pulau Jawa karena Provinsi DKI Jakarta dan sekitarnya sudah padat penduduk. Bahkan, Jakarta dengan jumlah penduduk 10,2 juta jiwa merupakan kota dengan kepadatan pendudukan keempat tertinggi di dunia.
Simak juga: Sandiaga Bilang Telah Meminta Bertemu Ma'ruf Amin Lewat 17 Orang
Masalah lainnya adalah kemacetan. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menyebutkan kerugian ekonomi akibat kemacetan saja pada 2013 mencapai Rp 56 triliun. Selain itu, daya dukung lingkungan Jakarta dinilai sudah tidak baik karena masalah banjir.