TEMPO.CO, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform mengkritik cara Polri menangani kelompok Anarko Sindikalisme dalam perayaan Hari Buruh Internasional di Bandung. Peneliti ICJR Madina Rahmawati mengatakan salah satu pelanggaran yang dilakukan kepolisian adalah menggunduli dan menjemur massa yang berpakaian serba hitam itu.
"Instrumen KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) mana yang bolehkan polisi menggunduli, menjemur? Tidak ada," kata dia di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Kamis, 2 Mei 2019.
Baca: Polri Sedang Petakan Penganut Doktrin Buruh Anarko Sindikalisme
Dalam peringatan Hari Buruh di Bandung, 1 Maret 2019, kelompok Anarko-Sindikalisme terlibat kericuhan di sekitar Jalan Bagus Rangin, Jalan Singa Perbangsa dan Jalan Dipatiukur. Kelompok itu diduga melakukan aksi vandalisme dan merusak fasilitas publik saat menggelar aksi.
Kepolisian menangkap ratusan pemuda dari kelompok itu dan mengumpulkan mereka di Polrestabes Bandung. Diperkirakan ada 619 orang yang ditangkap. Sebanyak 293 orang di antaranya masih di bawah umur. Di kantor polisi, mereka digunduli dan dijemur, sebelum dipindahkan ke Markas Komando Brimob Polda Jawa Barat untuk diperiksa.
Baca: Polri: Polisi yang Pukul Jurnalis Tempo Diperiksa Polda Jabar
Maidina mengatakan seharusnya kepolisian berpedoman pada instrumen KUHAP dalam menangani kasus dugaan aksi vandalisme itu. Bukan dengan cara menggunduli dan menjemur. Dia mengatakan tindakan itu menyalahi asas proses hukum yang adil dan tergolong tindak kekerasan oleh aparat Polri. "Polisi harus memberi tahu dua alat bukti, bukan ditindak dengan kekerasan," kata dia.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andika mengatakan kepolisian mempunyai alasan menggunduli dan menelanjangi massa berbaju hitam itu. Dia mengatakan massa harus digunduli agar mudah diidentifikasi. Selain itu, massa perlu ditelanjangi untuk mencari alat berbahaya yang mungkin mereka bawa. Kepolisian telah membebaskan ratusan orang yang ditangkap itu.