TEMPO.CO, Bandung - Terdakwa kasus penganiayaan terhadap dua remaja berinisial MKU dan CAJ, Bahar bin Smith, menyoal derajat hukum Islam dan hukum positif yang dipakai dalam sidang yang tengah dijalaninya.
Baca: Kuasa Hukum Bahar bin Smith Bakal Siapkan 15 Saksi Meringankan
Hal itu, dilontarkan Pimpinan Pondok Pesantren Tajul Alawiyyin dalam sidang lanjutan perkara yang membelitnya yang berlangsung di gedung Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Jalan Seram, Kota Bandung, Kamis, 2 Mei 2019. Agenda sidang itu yakni mendengarkan keterangan saksi ahli hukum pidana dari Universitas Islam Bandung (Unisba) Nandang Sambas.
Mulanya, Bahar mendapatkan giliran melontarkan pertanyaan kepada Sambas. Sebelum menyampaikan inti pertanyaan, ia membuka pertanyaannya dengan analogi kejadian pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang dilakukan di KUA dan sah secara agama dan negara.
Namun, kemudian pasangan suami istri itu bercerai hanya secara agama dan tidak melalui prosedur perceraian di Pengadilan Agama.
"Kemudian setelah selesai masa Iddah (masa tunggu setelah perceraian) kemudian dia menikah dengan laki-laki lain tetapi secara siri bukan secara KUA, nah berarti di dalam status negara suami yang dulu yang sudah pisah kan," kata Bahar. "Kemudian si suami lama melaporkan bahwa istrinya melakukan zina apakah itu termasuk hukum pidana?."
Kemudian, Sambas menjawab kalau perzinahan itu termasuk hukum pidana. "Zina itu masuk pidana, perzinaan ya," jawab Sambas.
Bahar kemudian berasumsi berdasarkan hukum islam tindakan yang dilakukan perempuan tadi tidak termasuk dalam kategori berbuat zina karena sudah terlebih dahulu melakukan pernikahan secara siri.
Bahar kembali melontarkan pertanyaan tentang batas usia dibilang anak atau dewasa dengan pendekatan hukum Islam. "Pertanyaan saya seorang anak di dalam Islam dia itu tidak bisa disebut anak tapi dalam hukum negara disebut anak bagaimana Prof, menurut anda," tanya Bahar.
Sambas menjawab di Indonesia sendiri memang belum ada batas usia standar tentang usia dewasa. Termasuk di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana berbeda-beda batas usia anak dikatakan dewasa. "Jadi yang dipakai karena kita hukum positif yang dijadikan rujukan mau tidak mau kita merujuk ke hukum positif," ucap Sambas.
Ketua majelis hakim Edison Muhammad tiba-tiba memotong pernyataan Bahar yang kembali mengulang ucapannya tentang kasus suami istri yang dituduh zina, Menurut dia, jika dipertentangkan maka yang diambil hukum positif. " Itu sudah dijawab, hukum positif itu masuknya hukum yang berlaku. Jika dipertentangkan maka hukum positif yang dipakai," kata Edison.
Kemudian, Bahar kembali melemparkan pernyataan terkait derajat antara hukum Islam dan hukum positif yang digunakan di Indonesia.
"Berarti kalau seperti itu berarti hukum yang ada disini lebih tinggi dari hukum Islam?," kata Bahar.
"Ya ini pertentangan memang (menjadi) perdebatan," Sambas tiba-tiba menjawab.
Namun, jawaban tidak lengkap Sambas dipotong Edison yang menganggap pernyataan Bahar memang tidak untuk dijawab oleh Sambas karena di luar koridor Sambas sebagai ahli hukum pidana.
"Saksi enggak usah panjang, jawab saja karena ini di luar keahlian saudara. Saya tahu dari awal saudara sudah saya bilang kalau bukan keahlian saudara enggak usah jawab. Ini mempertentangkan hukum Islam dan hukum nasional, saudara ahli tidak hukum Islam, ya sudah enggak usah (dijawab) nanti jadi menjerumuskan," kata Edison.
Baca juga: Sidang Bahar bin Smith, Kesaksian Kakek Korban Tidak Konsisten
Edison menjelaskan, kalau misalkan masalah ini dipertentangkan maka bisa dihadirkan lagi saksi ahli yang berkaitan dengan masalah itu. "Kalau dipertentangkan nanti kan bisa kita hadirkan ahli lain ahli perbandingan hukum ataupun yang lainnya," ujarnya.