TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Kota Bandung mengecam tindakan sewenang-wenang aparat Polri dan TNI dalam aksi May Day 2019. Menurut koordinator Koalisi, Willy Hanafi, aparat keamanan tersebut telah membubarkan paksa massa aksi dengan memukul secara membabi buta tanpa perlawanan.
Baca: Kronologi Penganiayaan Dua Jurnalis Foto oleh Polisi di Bandung
Baca Juga:
"Tak hanya itu mereka juga menangkap, mengumpulkan, menelanjangi, menyuruh jalan jongkok satu demi satu, menggunduli, mengecat tubuh, serta mempermalukan massa aksi di depan umum," kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu, 1 Mei 2019.
Willy menjelaskan, pada pukul 09.00 massa aksi berkumpul di kawasan Cikapayang, Dago. Satu jam kemudian, massa bergerak menuju Monumen Juang, Jawa Barat. Saat dalam perjalanan, kata Willy, sekitar pukul 11.00, tepatnya di jalan Bagusrangin, massa dihadang oleh aparat keamanan.
"Mereka dipukul hingga mengalami luka dan sobek di kepala. Sebanyak delapan orang di antaranya ditangkap dan dikurung di salah satu sekolah," kata Willy.
Willy mengatakan, kekerasan polisi juga dialami oleh jurnalis foto bernama Reza dan Prima. Dia menuturkan, Reza ditendang dan diinjak. Sementara Prima, kemeranya dirampas dan hasil dokumentasinya dihapus.
Willy melanjutkan, pasca insiden di kawasan Bagusrangin, massa berkumpul di jalan Dipatiukur. Sambil merapikan barisan, lanjut dia, massa melakukan orasi secara bergantian dan melanjutkan long march melewati jalan Teuku Umar.
"Di jalan Teuku Umar massa aksi yang berjumlah sekitar 500 orang ini mulai dikejar oleh mobil polisi dan motor polisi serta truk berisikan tentara," kata dia.
Selanjutnya, tutur Willy, saat tiba di jalan Ir. Juanda atau Dago, polisi meminta massa aksi berjalan di trotoar. Namun, saat berada di depan Rumah Sakit Boromeus, aparat kepolisian disebut mulai memukuli massa aksi dan menangkap beberapa orang dan memasukkannya ke dalam truk polisi.
"Termasuk menangkap para jurnalis pers mahasiswa yang mendokumentasikan peristiwa tersebut," kata dia.
Willy mengatakan, tindakan represif dari aparat kepolisian semakin menjadi saat massa aksi tiba di kawasan Cikapayang. Meski tidak melakukan perlawanan, kata dia, massa dipukuli secara membabi buta satu per satu. Tak hanya berhenti di sana, massa aksi yang berlari juga terus dikejar.
"Kemudian tiba di Café Victoria, Jalan Dipatiukur, sebagian massa aksi kembali ditangkap, dibuka pakaiannya dan dipukuli oleh aparat kepolisian," ujar Willy.
Willy mengatakan, seluruh massa aksi yang ditangkap dibawa di kantor Polrestabes Bandung. Di sana, kata dia, mereka kembali ditelanjangi, disuruh jalan jongkok satu demi satu, dan dicukur habis rambutnya. Total massa aksi yang diamankan sebanyak 619 orang. Terdiri dari, dewasa sejumlah 326 orang dan di bawah 18 tahun 293 orang. Total pria yang ditangkap berjumlah 605 orang dan perempuan 14 orang.
"Kemudian sekitar pukul 20.00 WIB massa aksi laki-laki diangkut semua ke Mako Brimob, Jatinangor, Sumedang. Sementara yang perempuan tetap tinggal di Polrestabes Bandung," kata Willy.
Tindakan aparat keamanan itu disebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 28 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak Sipil Politik.
Selanjutnya, bertentangan dengan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Selain itu, penganiayaan dan menghalang-halangi tugas jurnalis telah melanggar Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999.
Atas kekerasan itu, Willy dari Koalisi serta LBH Bandung, Gerakan Rakyat Anti Kapitalis, AJI Bandung, Konfederasi Serikat Nasional, F Sebumi-KASBI, Komite Aksi Mahasiswa UIN Bandung, Pembebasan Bandung, Trimurti.id, Kolektif Angin Malam dan Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung menuntut beberapa hal.
Pertama, menolak segala bentuk kekerasan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan nilai-nilai HAM. Kedua, menuntut aparat kepolisian untuk segera melepaskan massa aksi. Ketiga, menuntut permintaan maaf aparat keamanan kepada massa aksi yang ditangkap secara sewenang-wenang dan kepada keluarga mereka.
Kelima, meminta Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Bandung dicopot sebagai pertanggungjawaban atas tindakan kekerasan tersebut. Keenam, mengecam keterlibatan TNI dalam urusan masyarakat sipil. Terakhir, mengecam kekerasan aparat kepolisan terhadap jurnalis.
Adapun Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, anggota polisi yang menganiaya dua jurnalis foto bernama Iqbal Kusumadireza (Rezza) dan Prima Mulia saat ini sedang diselidiki oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polretabes Bandung. "Sudah dilakukan (penyelidikan) oleh Kapolres melalui fungsi Div Propam," ujar Trunoyudo melalui pesan teks, Rabu, 1 Mei 2019.
Sedangkan aparat Polrestabes Bandung menggunduli kepala ratusan remaja yang melakukan aksi vandalisme pada saat perayaan hari buruh yang terpusat di area Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu.
Ratusan remaja yang terdiri dari pelajar SMP, SMA maupun mahasiswa dikumpulkan di Mako Polrestabes Bandung, Jalan Merdeka, Kota Bandung, untuk didata sambil digunduli. "Kita kumpulkan di sini untuk pendataan identitas dan tujuan mereka ikut aksi ini," kata Kapolrestabes Bandung Kombes Irman Sugema, Rabu.
Baca berita May Day lainnya di Tempo.co
ANDITA RAHMA | ANTARA