TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan pihaknya mendeteksi dugaan 4 ribu transaksi keuangan mencurigakan selama kampanye Pemilu 2019. PPATK masih menyelidiki kemungkinan transaksi itu memenuhi unsur tindak pidana.
Sejauh ini belum ditemukan kasus tindak pidana pencucian uang. “Masih harus disidik. Bisa saja hanya mencurigakan," kata dia di kantornya, Jakarta, Senin, 30 April 2019.
Baca: PPATK Ungkap Modus Baru Politik Uang: Beri Asuransi dan E-Money
Ahmad menjelaskan Pasal 1 angka 5 dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebut ada empat karakter transaksi keuangan mencurigakan. Pertama, menyimpang dari profil atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa. Kedua, diduga dilakukan untuk menghindari pelaporan. Ketiga, transaksi keuangan yang dilakukan menggunakan harta yang diduga berasal dari kejahatan. Keempat, transaksi yang diminta PPATK untuk dilaporkan.
"Untuk menjaring ini dibuat parameter, misalnya kampanye.” Sehingga jika ada transaksi yang menjurus pada parameter itu otomatis akan diketahui oleh sistem PPATK. “Itulah yang dianggap mencurigakan, ada 4 ribuan sepanjang periode itu (masa kampanye)."
Baca: PPATK Keluarkan Aplikasi Pelatihan Simantap untuk Petugas Bank
Menurut Ahmad, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak lain terkait temuan transaksi mencurigakan ini. Jika terbukti memenuhi unsur pidana namun masih dalam batas tindak pidana pemilu, maka ia akan menyerahkan laporannya ke sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu).
"Kalau asalnya bukan tindak pidana pemilu, misalnya korupsi atau suap, itu kami serahkan ke KPK, Polisi, atau Kejaksaan." Ahmad meminta semua pihak agar menunggu PPATK menyelesaikan penyelidikannya. "Pemilu, kan, masih berjalan, tapi dalam monitoring kami tetap lakukan itu."