TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai, usulan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk merehabilitas pengguna narkotika, dapat memecahkan masalah kelebihan kapasitas di sejumlah lembaga pemasyarakat (lapas) dan rumah tahanan (rutan).
Baca juga: Lembaga Pemasyarakatan 2018 Kelebihan Penghuni Hingga 203 persen
Hanya saja, Fickar melihat usulan itu dapat berjalan optimal jika rehabilitasi secara sistemis ditempatkan sebagai bagian penghukuman dari sistem peradilan pidana. "Artinya, rehabilitasi menjadi sistem yang ketat, dilakukan dengan serius dan melibatkan semua stakeholder termasuk masyarakat," ucap dia saat dihubungi, Ahad, 28 April 2019.
Fickar berharap, rehabilitas tak hanya menjadi sistem formalitas saja. Jika hanya sebagai formalitas, maka hanya akan menstimulasi aparat keamanan menyalahgunakan kewenangan demi uang. "Atau malah melahirkan lebih banyak pengguna narkotika saja," kata dia.
Atau, kata Fickar, rehabilitas bisa juga ditempatkan sebagai hukuman. Ia mencontohkan, jika seorang pernah direhabilitas tapi dia kembali mengonsumsi narkotika, maka yang bersangkutan bisa dianggap sebagai residivis yang akan dihukum lebih berat.
Sebagaimana diketahui, masalah kelebihan kapasitas atau overcrowded tak kunjung selesai. Data terbaru dari Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham per Januari 2019 menyebutkan jumlah narapidana maupun tahanan mencapai 203 persen dari total kapasitas Lapas maupun Rutan.
Atas temuan itu lah, Menteri Yasonna kemudian mengatakan perlunya ada perubahan undang-undang narkotika agar pemberlakuan hukum kepada para narapidana narkoba tepat sasaran.
Baca juga: Kemenkumham Bangun Empat Lapas Khusus Bandar Narkoba
"Pemakai yang hanya memiliki beberapa butir, dan tujuan pemakai bisa menjadi kurir. Kalau jadi kurir hukumannya lima tahun minimal, dia tidak akan mendapatkan perolehan remisi kecuali dia memperoleh legasi," ujar Yasonna.
Dia mengatakan, ada dua pendekatan yang bisa diterapkan dalam memperlakukan narapidana narkotika. Pertama adalah pendekatan hukum, kedua adalah pendekatan kesehatan.
"Pengguna itu mau kita hukum, atau mau kita obati. Beberapa negara paradigmanya, adalah kesehatan dan merehabilitasi," kata Yasonna.