TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai evaluasi penyelenggaraan pemilihan umum atau Pemilu 2019 memang diperlukan. Apalagi, ini merupakan pemilihan yang paling rumit dan telah menelan korban jiwa.
Baca juga: Wiranto Sebut KPU Harus Dikawal Agar Bebas Intervensi
"Sepertinya banyak pihak yang mengharapkan ada evaluasi," kata Moeldoko saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM, di Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, 24 April 2019.
Saat ini, banyak pihak telah meminta agar pemilu serentak tak lagi dilaksanakan karena terlalu rumit. Namun Moeldoko mengatakan belum mengetahui arah pembahasan, jika nanti evaluasi memang dilakukan.
"Belum tahu, ini kan keputusan politik, jadi tidak begitu saja. Nanti akan dibicarakan di level pengambilan kebijakan," kata Moeldoko.
Dalam pemilu serentak tahun ini, selain memilih dua calon presiden, masyarakat juga diharuskan memilih anggota legislatif. Hal ini membuat adanya tambahan empat surat suara, yakni untuk pemilihan DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten atau Kota.
Alhasil perhitungan suara manual di tiap Tempat Pemungutan Suara membutuhkan waktu yang panjang. Hal ini pula yang kemudian menjadi indikasi penyebab banyaknya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal.
Wacana penggunaan e-voting pun sempat mencuat. Namun Moeldoko meragukan wacana ini bisa terlaksana dalam waktu dekat.
"Mungkin masih terlalu sulit karena sebaran kita begitu besar, enggak mudah," kata Moeldoko.
Baca juga: Wiranto Minta Pengerahan Brimob ke Jakarta Tak Diributkan
Berdasarkan laporan yang ada, peristiwa panitia pemungutan suara yang meninggal dalam tugas pelaksanaan Pemilu 2019 terjadi di Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Malang, Tasikmalaya, dan Karawang, dan daerah lainnya. Ada yang didahului jatuh pingsan, ada yang karena serangan jantung, ada juga yang kecelakaan. Seluruhnya bersumber pada dugaan karena kelelahan.