TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, petugas Kelompok Penyelenggara Penghitungan Suara (KPPS) tidak mendapatkan perlindungan asuransi dari negara.
Baca: Petugas KPPS Banyak Meninggal, KPU: Tugas Mereka Banyak dan Berat
“Sebetulnya sejak awal menyusun anggaran, kami minta ada asuransi. Tapi kan karena berbagai macam, hal itu tidak bisa, maka kami mengusulkan agar bisa diberi santunan,” kata Arief kepada wartawan di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Sabtu, 20 April 2019.
Saat ini KPU masih mencari alokasi anggaran untuk memberikan santunan kepada korban. Karena, menurutnya, KPU tidak memilki anggaran khusus untuk menyantuni keluarga petugas yang meninggal. “Kami mengusulkan agar bisa diberi santunan. Bisa nggak di dalam komposisi anggaran yang itu, kalau ada, yang meninggal diberi santunan,” katanya.
Dalam melaksanakan Pemilu 2019, KPU diberi anggaran sebanyak Rp 18 triliun. Anggaran tersebut ditujukan untuk program dukungan manajemen tugas teknis sekitar Rp 14,5 triliun dan program penguatan kelembagaan demokrasi dan perbaikan politik sekitar Rp 3,5 triliun.
Terkait banyaknya laporan petugas KPPS yang meninggal dunia saat melaksanakan tugas, Arief menyebutkan, hal tersebut diduga karena faktor kelelahan. Sebab, ia mengatakan, para petugas KPPS bekerja dengan waktu yang tidak tentu, di samping menanggung pekerjaan yang banyak dan berat.
“Makannya ketika kami memilih itu memang nyari orang-orang yang sehat fisiknya, sehat mentalnya. Karena sehat fisiknya saja juga berisiko kalau orang ditekan kanan-kiri gampang down, enggak bisa,” kata Arief.
Baca: Anggota KPPS di Konawe Keguguran Usai Bertugas
Arief belum mendapatkan data jumlah petugas KPPS di daerah yang meninggal. KPU masih menunggu laporan dari KPU di sejumlah daerah. “Belum, nanti kita minta laporan temen-temen di kabupaten/kota,” ujar Arief.