TEMPO.CO, Jakarta - Dua warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Jepang, bercerita tentang pengalaman mereka berpartisipasi dalam Pemilu 2019, pada Ahad, 14 April 2019. Mereka mengeluhkan antrean panjang, dan terbatasnya kertas surat suara yang disediakan.
Baca: Nyoblos di Osaka, Ahok Mengaku Sempat Marahi Panitia Pemilu
Rania Ameera Moeljono, mahasiswi Meiji Gakuin University Yokohama, mengaku dirinya baru berhasil mencoblos setelah menunggu sekitar delapan jam lamanya. Sejak datang ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tokyo pukul 13.00 waktu setempat, Ameera, panggilan perempuan 19 tahun ini, baru dapat mencoblos pada 21.45 malam.
"Saya (mencoblos) di KBRI Tokyo, akhirnya bisa nyoblos tapi setelah delapan jam menunggu," kata Ameera saat dihubungi, Senin 15 April 2019.
Ameera menduga, antrean panjang ini terjadi karena kurangnya petugas di loket pendaftaran. Ia mengatakan saat itu hanya ada dua orang. Dua loket itu menangani begitu banyak orang yang datang. "Untuk registrasi saja tunggu tiga jam," tuturnya.
Ia bercerita para peserta dipersilakan menunggu di lapangan, yang ia gambarkan cukup luas untuk menampung para peserta. Namun memang sempat ada antrean panjang hingga keluar gerbang KBRI Tokyo.
Seorang WNI lain, yang enggan disebut namanya, mengaku ia tidak dapat menggunakan hak suaranya, karena tempat pemungutan suara-nya (TPS) di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Osaka, tidak punya cukup kertas surat suara.
Warga Kyoto ini mengaku sudah tiba di KJRI sejak pukul 11.00 pagi. Namun dari informasi yang ia dapatkan, bagi pemilih di Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) baru dapat mulai mengantre pada 16.00. Sore harinya, ia kemudian mulai mengantre.
Sekitar pukul 18.00, kata dia, staf KJRI mulai menghitung para peserta. Selesai menghitung, ia mengabarkan kertas surat suara yang tersedia hanya 83 kertas, sedangkan di barisan itu ia perkirakan ada lebih dari 100 orang.
"Saya baris di urutan ke 86. Jadi saya dipersilakan untuk pulang karena kertas sudah tidak ada. Saya pun mau tidak mau pulang kembali ke Kyoto," kata dia.
Ia ingat, saat itu banyak peserta yang protes. Ada pula yang langsung pulang karena lelah menunggu. Dirinya mengaku termasuk golongan yang kedua. "Saya tidak ingin terlibat keributan atau apapun. Jadi saya dengan takut langsung pulang," tuturnya.
Baca: Cerita WNI Gagal Mencoblos Pilpres 2019 di KBRI Malaysia
Meski gagal, ia bertekad untuk tetap dapat menggunakan hak pilihnya sebagai WNI. Ia menyebut akan mencari alternatif lain. Termasuk pulang ke Indonesia untuk menggunakan hak pilihnya di tanah air. "Saya sekarang pun ingin cari alternatif, atau beli tiket pulang untuk sehari saja. Khusus untuk menggunakannya (hak suara)," kata dia.