TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok Tempo Media kembali meluncurkan program Investigasi Bersama Tempo. Tahun ini menjadi tahun ke-4 program IBT.
IBT #4 akan diluncurkan pada 11 April 2019 dengan menggelar diskusi bertajuk “Investigasi dan Tantangan Kolaborasi” yang menghadirkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif. Diskusi akan disiarkan secara langsung melalui Facebook dan YouTube Tempo Media.
Menurut Kepala Pemberitaan Korporat Tempo, Arif Zulkifli, IBT adalah ikhtiar Tempo meluaskan liputan investigasi ke seluruh Indonesia. “Pesertanya adalah jurnalis-jurnalis dari media di daerah sehingga tema investigasi menjadi beragam,” katanya pada Rabu, 10 April 2019.
Arif menambahkan bahwa IBT #4 ini agak berbeda dibanding IBT tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, kata dia, lembaga swadaya yang terlibat lebih banyak. Tidak sekadar pendukung, perwakilan organisasi non-pemerintah ini akan terlibat dalam menyuplai data, menjadi mentor, hingga membantu verifikasi lapangan.
BACA: Esensi Jurnalisme
Yang sama dari program ini adalah Free Press Unlimited, organisasi non-pemerintah yang bermarkas di Amsterdam yang mempromosikan kebebasan media di banyak negara, masih terlibat sebagai sponsor. Tahap-tahap IBT #4 juga masih sama, yakni dimulai dengan diseminasi ke kota-kota di Indonesia.
Ada 10 kota yang akan didatangi Tim IBT. Kota-kota itu adalah Batam, Bandarlampung, Tangerang, Solo, Malang, Mataram, Tarakan, Manado, Ambon, dan Sorong. Selain menjelaskan tentang tahap-tahap mengikuti program ini kepada jurnalis di kota-kota itu dan menjaring proposal, diseminasi juga akan diisi tentang pelatihan dasar jurnalisme investigasi.
Proposal yang masuk kemudian akan diseleksi, dengan kriteria yang ketat, terutama yang memiliki data paling kuat dengan tema yang penting dan menarik. Pengaju proposal yang terpilih akan mengikuti pelatihan lanjutan di Jakarta selama sepuluh hari, sebelum terjun ke lapangan menelisik usulan liputannya.
BACA: Kredo Jurnalisme Tempo
Para jurnalis yang ada di kota lain bisa bergabung ke kota terdekat dan mengajukan proposalnya. Sementara mereka yang ada di kota lain dan tak bisa bergabung dalam diseminasi tetap bisa mengajukan proposal investigasi untuk diseleksi. “Dengan cara seperti ini, liputan media akan semakin variatif,” kata Arif.
Media-media di Jakarta, kata Arif, punya jangkauan yang terbatas dalam meliput isu di daerah karena luasnya wilayah Indonesia. Dengan mengajak wartawan di daerah, kata Arif, isu yang tampil di media akan semakin beragam dan menyentuh kasus-kasus yang tak terliput media Jakarta.
Liputan yang terpilih, selain akan diterbitkan di media-media Kelompok Tempo, secara bersamaan juga diterbitkan di media tempat wartawan tersebut bekerja. Dengan cara seperti ini, kata Arif, dampak liputan investigasi akan lebih luas untuk mendorong perbaikan sistem maupun aturan yang bolong dan cacat seperti temuan dalam tema liputan itu.
BACA: Kolaborasi, Masa Depan Jurnalisme
Melibatkan lebih banyak organisasi non-pemerintah, kata Arif, sekaligus untuk menguatkan kolaborasi antar lembaga. “Sebab kata ‘bersama’ dalam IBT itu adalah kolaborasi,” kata dia. “Semakin banyak yang terlibat dalam program ini akan semakin baik.”
Di era “pasca-kebenaran” seperti sekarang, kata Arif, kolaborasi jurnalis dan koalisi masyarakat sipil menjadi keharusan untuk menguatkan liputan yang berbasis data dan fakta. Dengan kolaborasi, peran pers kembali kukuh sebagai “clearing house of information”, media yang mendudukkan sebuah informasi sesuai fakta dan realitasnya.