TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Sekretaris Negara Pratikno membantah bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi berupaya mengintervensi Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait polemik pencalonan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang, sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) 2019-2024.
Baca: Ridwan Kamil dan Tiga Menteri Dampingi Kampanye Jokowi di Cirebon
"Enggak-enggak. Kami paham betul bahwa KPU lembaga independen," katanya pada Tempo saat ditemui usai di Masjid Baiturrohim, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 5 April 2019.
Sebelumnya, Pratikno mengirimkan surat kepada KPU atas arahan Presiden Jokowi. Dalam surat tersebut KPU diminta mengikuti putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta agar memasukkan nama Oesman dalam daftar calon tetap (DCT) Anggota DPD 2019-2014.
"Enggak (intervensi). Makanya, kan, rujukannya di situ sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kami sadar ada beberapa undang-undang yang harus dirujuk oleh KPU. Itu nanti telaahnya KPU," ujarnya.
Pratikno menjelaskan surat ke KPU tersebut adalah prosedur yang biasa. Menurut dia, pihaknya hanya meneruskan surat dari PTUN Jakarta. Ia menuturkan ketentuan ini merujuk pada Pasal 116 Ayat 6 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2019 tentang PTUN.
"Jadi intinya setiap kali ada surat (dari) Ketua PTUN, Mensesneg atas nama Presiden itu mengirim surat kepada pihak yang diwajibkan oleh PTUN untuk menindaklanjuti. Itu selalu begitu," ucapnya.
Pasal 116 UU tersebut mengatur ketua pengadilan harus lapor kepada Presiden jika ada pejabat yang tidak melaksanakan putusan pengadilan. Hal ini bertujuan agar presiden bisa memerintahkan pejabat yang bersangkutan untuk melaksanakan putusan pengadilan.
Menurut Pratikno, surat kepada KPU terkait putusan PTUN bukanlah yang pertama kali. Sebelumnya, kata dia, ada surat-surat lain dari Mensesneg kepada pihak manapun perihal putusan PTUN. "Itu sudah berkali-kali. Kepada siapa saja, kepada menteri, kepada KPU, dan seterusnya," tutur Pratikno.
Baca: Berkampanye Terbuka, Jokowi Ingin Diajari Bahasa Cirebon
"Makanya di situ, kan, kalimatnya, kan, karena kami diminta oleh undang-undang untuk mengawal tindak lanjut. Makanya kami kirim suratnya itu," kata dia.