Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kasus Slamet Jumiarto, Setara Institute Apresiasi Bupati Bantul

Reporter

image-gnews
Bupati Bantul Didesak Tak Mutasi Camat Pajangan
Bupati Bantul Didesak Tak Mutasi Camat Pajangan
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Riset Setara Institute Halili memberikan apresiasi kepada Bupati Bantul Suharsono yang meminta aturan diskriminatif di Dusun Karet dicabut. Aturan tersebut terungkap setelah insiden seorang pelukis bernama Slamet Jumiarto ditolak mengontrak rumah di sana karena menganut Katolik.

"Setara Institute memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Bupati Bantul Suharsono yang langsung mengecam dan meminta aturan diskriminatif di Dusun Karet tersebut dicabut," kata Halili dalam siaran tertulisnya, Rabu, 3 April 2019.

Dusun tersebut sebelumnya membuat aturan yang melarang pendatang dari kalangan non-muslim dan aliran kepercayaan. Aturan dikeluarkan oleh Lembaga Pemasyarakatan Desa Kelompok Kegiatan Dusun Karet Desa Pleret Kecamatan Pleret Bantul tentang Persyaratan Pendatang Baru di Pedukuhan Karet. Syaratnya adalah pendatang baru harus beragama Islam. Slamet Jumiarto, seorang pelukis, menjadi korban aturan tersebut.

Halili menilai, sebenarnya secara substantif aturan tersebut harus batal demi hukum, karena muatannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, sesuai dengan asas hukum lex superior derogat legi inferiori. Hukum yang lebih tinggi mengalahkan hukum yang lebih rendah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Halili menuturkan, standing position Bupati Bantul ini bukan sikap pertama yang menunjukkan kuatnya perspektif toleransi. Sebelumnya, kata dia, sikap dengan nada yang sama juga ditunjukkan dalam kasus penolakan Camat Pajangan oleh warga karena yang bersangkutan nonmuslim. Juga dalam kasus perusakan persiapan sedekah laut oleh kelompok intoleran.

Setara Institute, kata Halili, juga menyampaikan apresiasi kepada Sultan Hamengkubuwono X selaku Gubernur DIY, yang melalui Sekda DIY menyampaikan sikap toleran yang sama dan menyatakan aturan tersebut mesti dibatalkan. "Juga kepada DPRD DIY dan lebih-lebih elemen masyarakat sipil DIY atas inisiatif yang baik untuk menghadirkan keadilan bagi korban," kata dia.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Kasus Slamet Jumiarto, Ketua DPR Ingatkan Pemerintah Yogyakarta

5 April 2019

Ketua DPR Bambang Soesatyo (kiri) saat berkunjung ke Redaksi Tempo, Palmerah, Jakarta, Rabu, 24 Oktober 2018. TEMPO/ Gunawan Wicaksono
Kasus Slamet Jumiarto, Ketua DPR Ingatkan Pemerintah Yogyakarta

Terkait kasus Slamet Jumiarto, Bambang Soesatyo meminta Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta konsekuen menjaga kerukunan umat beragama


Nonmuslim Ditolak, Setara Institute: Bukan Fenomena Tunggal

3 April 2019

Pelukis beragama Katolik, Slamet Jumiarto di rumah kontrakan Dusun Karet, Pleret, Bantul, Yogyakarta. Slamet ditolak masuk kampung Dusun Karet karena beragama Katolik. TEMPO/Shinta Maharani
Nonmuslim Ditolak, Setara Institute: Bukan Fenomena Tunggal

Direktur Riset Setara Institute Halili mengatakan kasus pelukis nonmuslim Slamet Jumiarto yang ditolak mengontrak di Bantul, bukan fenomena tunggal.


Pelukis Katolik Ditolak, Pemkab Bantul Cabut Aturan Diskriminatif

3 April 2019

Pelukis beragama Katolik, Slamet Jumiarto di rumah kontrakan Dusun Karet, Pleret, Bantul, Yogyakarta. Slamet ditolak masuk kampung Dusun Karet karena beragama Katolik. TEMPO/Shinta Maharani
Pelukis Katolik Ditolak, Pemkab Bantul Cabut Aturan Diskriminatif

Bupati Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Suharsono telah menegur Kepala Dusun Karet, Desa Pleret, karena mengeluarkan aturan deskriminatif.


DPRD Yogyakarta: Praktik Intoleransi Tak Boleh Terjadi Lagi

3 April 2019

Pelukis beragama Katolik, Slamet Jumiarto di rumah kontrakan Dusun Karet, Pleret, Bantul, Yogyakarta. Slamet ditolak masuk kampung Dusun Karet karena beragama Katolik. TEMPO/Shinta Maharani
DPRD Yogyakarta: Praktik Intoleransi Tak Boleh Terjadi Lagi

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan DIY itu menuturkan tidak seharusnya praktek intoleransi terjadi lagi di Yogya


Kata PSI Soal Kasus Pelukis yang Ditolak Ngontrak di Yogyakarta

2 April 2019

Pelukis beragama Katolik, Slamet Jumiarto di rumah kontrakan Dusun Karet, Pleret, Bantul, Yogyakarta. Slamet ditolak masuk kampung Dusun Karet karena beragama Katolik. TEMPO/Shinta Maharani
Kata PSI Soal Kasus Pelukis yang Ditolak Ngontrak di Yogyakarta

PSI menilai peristiwa yang dialami pelukis Slamet Jumiarto yang ditolak mengontrak di Bantul, Yogyakarta melanggar undang-undang.


Pelukis Ditolak Ngontrak di Yogyakarta, Tokoh: Kearifan Lokal

2 April 2019

Ketua Kelompok Kegiatan Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, Yogyakarta. TEMPO/Shinta Maharani
Pelukis Ditolak Ngontrak di Yogyakarta, Tokoh: Kearifan Lokal

Tokoh masyarakat Dusun Karet, Pleret, Bantul, Yogyakarta Dalyanto menyebut aturan yang berisi penolakan non-muslim tersebut sebagai kearifan loklal.