TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menyesalkan aturan menolak non-muslim yang dibuat tokoh Dusun Karet, Desa Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan warga dusun sejak 2015 itu melarang warga non-muslim untuk tinggal di dusun itu, meski hanya sebatas mengontrak.
Baca juga: Pelukis di Yogyakarta Ditolak Ngontrak karena Menganut Katolik
"Itu aturan yang tidak benar, siapapun masyarakat Indonesia berhak tinggal di manapun," ujar Sekretaris DIY Gatot Saptadi, Selasa, 2 April 2019.
Sebelumnya sempat geger adanya praktek diskriminasi agama yang terjadi di Dusun Karet Desa Pleret Bantul. Praktek diskriminasi itu baru terkuak saat seorang seniman Slamet Jumiarto, pelukis berusia 42 tahun, menjadi korban saat dirinya hendak menyewa rumah di dusun itu.
Slamet sudah membayar uang sewa, namun dilarang mengontrak. Alasannya, kata dia, para tokoh warga dusun menilai Slamet bukan muslim. Slamet pun buka suara atas peristiwa yang dialaminya dan mengadu ke pemerintah Bantul juga DIY.
Gatot menuturkan, pihaknya juga telah bertemu dengan Slamet dan mengetahui duduk persoalannya. " Aturan yang dibuat Dusun Karet Pleret Bantul menyalahi undang-undang dan bertabrakan dengan wawasan kebangsaan Indonesia,"
ujarnya.
Gatot menegaskan, apapun keyakinan warga, tidak boleh ada larangan untuk tinggal. Kecuali warga itu melakukan aktivitas atau kegiatan yang membutuhkan persyaratan izin.
"Kalau warga itu hanya tinggal, jelas tidak boleh dilarang. Tidak bisa pakai alasan kearifan local, apalagi jika bertentangan dengan UU dan Pancasila," katanya.
Baca juga: Bantul Disorot Mitra Komnas HAM Soal Intoleransi Beragama