TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Ali M Abdillah mengatakan ideologi khilafah dan kekerasan tetap harus diwaspadai meski ISIS sebagai pengusung ideologi itu secara frontal telah hancur. "Apalagi ideologi itu sudah banyak menyebar di berbagai negara, termasuk Indonesia," kata Ali di Jakarta, Selasa, 2 April 2019.
Memanfaatkan simpatisan dan teknologi informasi pengusung ideologi khilafah dan kekerasan selama ini telah menyebarkan "virus" itu secara masif menyasar pelajar, mahasiswa, juga lingkungan kantor dan lembaga. Selain simpatisan ISIS, ideologi khilafah juga diusung oleh aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang secara kelembagaan sudah dilarang pemerintah.
Baca: MPR: Fatwa MUI Soal Golput Bisa Tingkatkan Partisipasi Politik
"Ide dan gagasan khilafah masih mendominasi pikiran-pikiran mereka," ujar dosen Pascasarjana Universitas NU Indonesia (Unusia) ini. Oleh karena itu masyarakat tetap harus “dipagari” agar tak terpengaruh ideologi itu. Gerakan dan langkah kelompok pengusung ideologi khilafah harus diimbangi, di dunia nyata maupun dunia maya.
Menurut Ali, tidak tertutup kemungkinan kelompok itu pun memasukkan gagasan-gagasan khilafah ke kalangan TNI, Polri, dan pejabat eksekutif. "Strategi itu diyakini masih terus dilakukan sehingga harus ada pemetaan yang jelas siapa yang menjadi korban.”
Baca: MUI: Tak Ada Pemimpin Ideal, Jangan Golput
Menurut dia harus ada tindakan tegas kepada orang atau pihak yang terbukti mengusung ideologi khilafah di Indonesia. Alasannya munculnya kelompok-kelompok radikal, baik Islam maupun non-Islam itu sesungguhnya 'by design'.
“Tidak lahir begitu saja, tetapi ada skenario,” kata Wakil Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI itu. Mereka memasukkan gagasan khilafah yang didesain begitu rupa dengan tujuan mengacak-acak Indonesia.