TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional berharap pengawas internal Markas Besar Kepolisian dapat segera memeriksa kasus Kapolres Garut Komisaris Besar Budi Satria Wiguna yang diduga memerintahkan bawahannya untuk memenangkan calon presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pengawas internal memiliki peran penting untuk memastikan kejadian sesungguhnya.
Baca: Mantan Kapolsek Mengaku Diperintah Atasan untuk Menangkan Jokowi
"Beri waktu pengawas internal bekerja untuk memastikan mana yang benar," kata salah satu anggota Kompolnas, Bekto Suprapto, saat dihubungi Tempo, Senin, 1 April 2019.
Tuduhan kepada Kapolres Garut Ajun Komisaris Besar Budi Satria Wiguna ini dilayangkan oleh mantan Kapolsek Pasirwangi, Garut, Ajun Komisaris Sulman Aziz. Sulman menuding Budi telah memerintahkan dirinya dan 21 kapolsek di Garut menggiring masyarakat untuk memilih Jokowi di pemilu presiden.
Perintah itu, kata Sulman, diiringi ancaman kapolsek akan dimutasi bila Jokowi kalah di wilayahnya. Selain itu, dia juga menuding Budi memerintahkan untuk melakukan pendataan terhadap masyarakat yang memilih Jokowi dan Prabowo Subianto.
Terkait tuduhan itu, Budi telah membantah. Ia pun menyatakan siap mendapatkan sanksi jika hal itu dapat dibuktikan.
Bekto menuturkan, mantan Kapolsek Pasirwangi merasa menjadi korban karena dimutasi. Sementara itu, dia melanjutkan, Kapolres Garut membantah tuduhan itu.
Karena itu, menurut Bekto, pengawasan internal kepolisian harus mengkroscek cerita siapa yang benar dan dapat dibuktikan. Jika terbukti anggota kepolisian melanggar aturan, kata dia, sanksinya harus tegas. "Aturan anggota Polri tidak boleh memihak itu sudah jelas," katanya.
Baca: Kapolres Garut Sangkal Memerintahkan Kapolsek Menangkan Jokowi
Bekto mengatakan, selama ini Kompolnas tidak pernah menerima laporan kasus dugaan ketidaknetralan anggota Polri menjelang Pemilihan Umum. Meski demikian, ia memastikan, Kompolnas melakukan pemantauan di media sosial.
EGI ADYATAMA | ROSSENO AJI