TEMPO.CO, Jakarta - Budayawan Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun memilih menanggapi santai ihwal fatwa haram golput saat pemilu yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Baca juga: Wiranto: Yang Ajak Golput Itu Mengacau
Baca Juga:
Fatwa yang memicu kontroversi itu oleh Cak Nun diibaratkan layaknya proses dari padi atau beras yang diolah sampai menjadi nasi.
"Yang namanya fatwa itu kan intepretasi, mentransformasi atau mengintepretasi dari padi sampai menjadi nasi," ujar Cak Nun ditemui di kediamannya Jumat 29 Maret 2019.
Dari padi atau beras itu, ujar Cak Nun, bisa diubah jadi jenis nasi apa pun seperti nasi goreng, nasi kuning, nasi kebuli, atau apa pun. Seperti halnya fatwa ketika dikeluarkan sampai akhirnya diterima masyarakat. Tergantung mengintepretasikan seperti apa.
"Jadi monggo saja, fatwa (golput haram) itu haknya MUI, saya tak punya legalitas mengeluarkan," ujar Cak Nun.
Cak Nun sendiri mengakui selama ini bukan orang yang memilih golput saat perhelatan pemilu. Cak Nun mengaku selalu datang ke tempat pemungutan suara (TPS) saat pemilu.
"Saya selalu datang ke TPS, pertimbangan utama saya bisa tetap rukun dengan tetangga, sudah capek-capek siapkan TPS masak saya enggak datang," ujarnya.
"Urusan apa saya di TPS kan enggak boleh ada yang tahu, cuma saya, Tuhan, sama malaikat," ujarnya.
Baca juga: Saat Mahfud MD Menganalogikan Golput dengan Menikah
Sebelumnya, MUI menghimbau masyarakat menggunakan hak pilih dan menjauhi sikap golput pada hari pencoblosan, 17 April 2019. Sikap tak memilih atau golongan putih, menurut fakwa MUI, dilarang dalam Islam.
"Golput dalam agama tidak boleh, karena bagaimana pun negara ini harus punya pemimpin," kata Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI, Muhyiddin Junaidi 25 Maret 2019.