TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyerahkan kasus korupsi produksi dan distribusi pupuk kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, JK menilai bahwa subsidi pupuk dalam negeri memang bermasalah.
Baca: KPK Tangkap Anggota DPR dan BUMN Pupuk dalam Rangkaian OTT
JK mengatakan, subsidi pupuk di Indonesia tidak sebanding dengan luas sawah yang ada. "Karena memang juga pupuk itu sebenarnya ketinggian dibandingkan luas sawah yang ada. Setelah BPS yang baru (pakai metode baru dalam menghitung luas lahan baku sawah), itu subsidi memang berlebihan. Sangat berlebihan. Karena itu subsidinya Rp 30 triliun kurang lebihnya," kata JK, Kamis, 28 Maret 2019.
JK mengatakan, kebutuhan pupuk yang disubsidi pemerintah semestinya hanya cukup 250 kilogram per hektare. Tetapi pemerintah mensubsidi 400 kilogram per hektare. JK pun meragukan konsumsi pupuk sebesar jumlah yang disubsidi. "Apa benar dipakai 400 jadi pertanyaannya," kata dia.
Menurut JK, harus ada penghitungan ulang mengenai subsidi pupuk. Tahun ini, Kementerian Pertanian diketahui menganggarkan subsidi pupuk sebesar Rp 29 triliun. Besaran subsidi saat ini saat ini, kata JK, harus diturunkan karena sawah yang digunakan untuk bertanam hanya sekitar 11 juta hektare. "Jadi terjadi suatu pembengkakan jumlah dan juga pembengkakan daripada konsumsi pupuk untuk per hektarenya. Jadi harus dihitung ulang," katanya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menangkap satu orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rangkaian operasi tangkap tangan (OTT).
Dalam rangkaian OTT yang berlangsung sejak Rabu malam, 27 Maret 2019, KPK telah menangkap tujuh orang di sejumlah titik di Jakarta. Dengan ditangkapnya satu anggota DPR, KPK total sudah mengamankan delapan orang dalam OTT kali ini.
Simak juga: Anggotanya Kena OTT, Ketua DPR Tunggu Pernyataan Resmi KPK
Dalam kasus ini, KPK menduga terjadi penyerahan sejumlah uang terkait distribusi pupuk melalui kapal. "Yang pasti ada kebutuhan distribusi pupuk dari salah satu BUMN yang memproduksi dan mengelola pupuk menggunakan kapal pihak swasta," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah.