TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak mengecam ucapan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM Wiranto, yang menyebut penyebaran berita bohong atau hoax mirip dengan terorisme. Dahnil menilai ucapan Wiranto merupakan bentuk kepanikan semata.
Baca juga: Wiranto: TNI - Polri Tugaskan 593 ribu Personel Jaga Pemilu 2019
"Menurut saya statement Pak Wiranto itu adalah statement panik, kemudian statement dalam tanda kutip mengancam. Ini berbahaya," ujar Dahnil saat dijumpai di kawasan Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2019.
Penyamaan hoax dengan aksi teror oleh Wiranto ini memunculkan wacana pelaku hoax dikenakan pasal di Undang-Undang Anti-Teror. Dahnil mengatakan terorisme berbeda dengan hoax. Apalagi menurut dia, baik UU Anti-Teror maupun UU ITE masih bermasalah.
"Kalau penebar hoax, kemudian benar fitnah, ya ditangkap menggunakan UU Pidana," kata Dahnil.
Meski begitu, Dahnil mengingatkan penegak hukum wajib menjaga netralitasnya saat menangkap pelaku hoaks. Ia menilai selama ini pelaku hoaks yang merupakan pendukung pasangan calon Presiden dan wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo - Ma'ruf Amin, selalu mendapat keistimewaan.
Baca juga: Wiranto: TNI - Polri Tugaskan 593 ribu Personel Jaga Pemilu 2019
Perlakuan yang sama, dinilai Dahnil tak didapat jika pelaku hoaks adalah pendukung Prabowo - Sandiaga. Ia mencontohkan adanya penangkapan ibu-ibu yang diduga menebarkan hoaks terkait Jokowi-Maruf di Karawang. Tiga emak-emak itu ditangkap tanpa adanya laporan polisi yang dibuat.
"Masalah sekarang ada ketidakadilan hukum yang dipraktekkan secara demonstratif dan vulgar oleh aparatur hukum.
Kekhawatrian Wiranto muncul setelah muncul hoax yang beredar bahwa pemilu akan ricuh oleh gerakan massa yang dia sebut people power. Wiranto menganggap penyebaran isu tersebut sudah masuk kategori meneror masyarakat.