TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsudin Haris membantah tudingan yang menyebut 65 peneliti senior di LIPI ikut menggunakan aset lembaga itu secara berkepanjangan, melampaui batas waktu yang ditetapkan. Ia meminta bukti dari pihak yang menyebarkan tuduhan itu. "Nggak ada, masa percaya begitu saja dengan orang panik, kalap," ujar Syamsudin saat dihubungi, Selasa, 19 Maret 2019.
Menurut dia, mosi tidak percaya dari 65 peneliti senior belum berubah, tidak ingin Kepala LIPI Laksana Tri Handoko melanjutkan jabatan sebagai Kepala LIPI. "Namanya mosi tidak percaya, masa mau dipertahankan?" kata Syamsudin.
Baca: Kepala LIPI Disebut Musnahkan Ribuan Tesis dan Disertasi
Ia menjelaskan pencopotan kepala LIPI adalah keputusan pemerintah. Jadi yang berhak mengangkat dan memberhentikannya adalah Presiden Joko Widodo. "Kami sudah berusaha (ketemu Jokowi) tapi belum direspons."
Banyak langkah yang akan dilakukan peneliti senior sampai Laksana turun dari jabatannya. Namun, ia menolak menjelaskan strategi para peneliti. "(Targetnya) dia mundur atau jatuh," ujar Syamsudin.
Sebelumnya, Pakar perkembangan politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hermawan Sulistyo menjelaskan bahwa ada dugaan pemanfaatan aset penelitian untuk bisnis yang dilakukan oleh Kepala LIPI Laksana Tri Handoko. Ini salah satu alasan sejumlah peneliti minta Laksana mengundurkan diri.
Baca: Kisruh Internal, Reorganisasi LIPI Dihentikan Sementara
Gedung auditorium sekarang namanya LIPI Grand Ballroom, dan yang awalnya disewakan seharga Rp 7,5 juta sekarang sekitar Rp 200 juta," ujar Hermawan, saat menyatakan mosi tidak percaya bersama 65 profesor riset dan peneliti utama atas kepemimpinan Kepala LIPI, di Gedung Widya Graha LIPI, Jakarta Selatan, Kamis, 28 Februari 2019.
Menurut Hermawan, ketika 65 peneliti riset berkumpul, artinya pasti sedang terjadi masalah di LIPI. Kalau tidak bertindak, kata dia, taruhannya adalah masa depan LIPI. LIPI merupakan payung akademik yang diharapkan dan sudah memayungi otoritas akademik yang lainnya seperti perguruan tinggi. "Kami sudah tidak percaya dengan kepemimpinan Laksana Tri Handoko sebagai Kepala LIPI.” Guna mencegah dampak kerusakan lebih lanjut, peneliti senior meminta Presiden Republik Indonesia memberhentikan Laksana.
Ketika dimintai konfirmasi, Laksana menjelaskan bahwa Informasi mengenai aset yang dibisniskan dan kebun raya Bogor bukan lagi lembaga riset, tidak sepenuhnya benar. Dia mengakui bahwa LIPI melakukan kerja sama pengelolaan dengan operator swasta berdasar regulasi. Menurut Laksana, langkah ini upaya untuk mencari sumber pendanaan investasi tanpa memakai APBN. “Serta mereduksi biaya pemeliharaan," kata Handoko, melalui pesan singkat, Kamis malam pekan lalu, 14 Maret 2019.
Simak: Menristekdikti Tegaskan Tak Ada Pemberhentian Pegawai di LIPI
Khusus untuk kebun raya Bogor, belum ada inisiatif kerjasama operator baru selain yang selama ini sudah berjalan sejak lama. Menurut Laksana, kebun raya adalah lokasi laboratorium dan penelitian, tapi tidak berarti semua hal harus berada dalam satu satuan kerja.
Pascareorganisasi, kata Laksana, satuan kerja yang menaungi Kebun Raya Bogor dibagi menjadi dua satuan kerja. Yang satu untuk penelitian di seluruh kebun raya LIPI, yaitu Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya. "Satu lagi Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor yang mengelola pemeliharaan Kebun Raya Bogor," tutur Kepala LIPI Laksana Tri Handoko. Yang dilakukan justru penguatan atas ekosistem Kebun Raya Bogor.
CATATAN KOREKSI: Bagian awal berita ini dikoreksi untuk memperbaiki akurasi pada Rabu 20 Maret 2019, pukul 09.00 pagi. Redaksi mohon maaf atas kekeliruan sebelumnya.