TEMPO.CO, Jakarta - Lokataru Foundation merilis penelitian yang menyatakan makin sempitnya ruang bagi masyarakat sipil di Indonesia dan Thailand untuk bergerak mengambil peran dalam kapasitas yang sesuai dengan ruang-ruang demokrasi. “Kebebasan berekspresi di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Thailand, semakin mengecil,” kata peneliti Lokataru, Nurcholis Hidayat kepada Tempo, Jumat 15 Maret 2019.
Riset berjudul "Serangan terhadap Kebebasan Masyarakat Sipil: Penyusutan Area Publik di Indonesia dan Asia Tenggara" itu dirilis tahun ini. Sempitnya kebebasan berekspresi saat ini ditandai dengan banyaknya kasus serangan, intimidasi, pelarangan, dan pembubaran kegiatan. Hal ini, kata Nurcholis terjadi karena regulasi atau Undang-Undang yang dirancang oleh pemerintah memberikan celah.
Baca: Kebebasan Pers di Indonesia Masih Terancam
Sikap represif pemerintah, kata dia, dapat dilihat dari aktivitas pegiat HAM, dan pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah termasuk pihak oposisi pada pemilu, kerap dijerat dengan tuntutan pidana, hingga perdata.
Pasal-pasal karet, seperti UU ITE, dan UU Ormas, kata Nurcholis, merupakan instrumen-instumen utama yang digunakan pemerintah untuk menekan pihak yang berseberangan. Landasan hukum ini, kata dia, menjadi dasar bagi pemerintah untuk menggunakan instumen lain, yakni para aparat hukum terhadap yang dinilai tidak taat hukum. "Seperti polisi, dan jaksa, itu dipakai betul sebagai alat represif," kata dia.
Baca: TNI dan Dewan Pers Sepakati Kerja Sama Terkait Kebebasan Pers
Nurcholis mengatakan korporasi juga berkontribusi atas represi kebebasan berekspresi. Korporasi dengan kepentingan mengamankan bisnis dan kekayaannya, kerap berada di belakang pemerintah. Perannya menekan pemerintah agar mengetatkan pemberlakuan Undang-Undang berpasal karet. "Misalnya, LSM lingkungan yang selama ini bekerja di area perkebunan atau hutan di Sumatera dan Kalimantan, kini makin dihambat (dengan UU Ormas)."
Inti dari penelitian ini, kata Nurcholis, mengungkap tiga faktor pendorong represi kebebasan berekspresi. Ketiga faktor itu adalah: ketimpangan dan oligarki; demokrasi tanpa hak, dan kebangkitan populisme; dan manipulasi ketakutan.