TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu peserta acara Temu Alumni Ikatan Pendidikan dan Latihan Kepemimpinan Nasional (IKA PIMNAS) Lembaga Adminstrasi Negara (LAN) menanyakan perbedaan gaya kempemimpinan Presiden Soeharto, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK, di Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa, 5 Maret 2019.
"Menurut Bapak, dengan kondisi kebangsaan dan kondisi global sekarang, kempemimpinan model siapa di antara tiga presiden kita yang paling baik memimpin negeri ini?" Pertanyaan ini mendapat sambutan meriah dari peserta lain.
Baca: Ombudsman RI Sebut Program Agraria Jokowi - JK Jalan di Tempat
JK tersenyum dan mengakui cukup sulit menjawab pertanyaan itu. Ia justru mempertanyakan kenapa dua presiden lain, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri, tidak sekaligus ditanyakan.
Meski begitu, JK mengatakan bahwa tiap pemimpin itu hadir sesuai dengan zamannya. Di era Soeharto, demokrasi berjalan baik pada awalnya. Namun kondisi ini semakin berubah saat nepotisme terjadi. Beberapa keluarga Cendana masuk ke arena proyek-proyek pemerintah.
"Maka kemudian terjadi krisis, dalam kondisi itu Pak Harto jadi lebih otoriter," kata JK. Tapi kondisi saat itu gaya kepemimpinan di ASEAN hampir sama. Soeharto, Mahathir Mohamad (Malaysia), Lee Kuan Yew (Singapura), dan juga Ferdinand Marcos (Filipina).
Baca: JK dan Menteri Era SBY Jenguk Ani Yudhoyono
Ini berbeda dengan kepemimpinan SBY. Di era awal pemerintahan SBY, JK menjabat sebagai wakil presiden. Memiliki dasar sebagai anggota TNI, SBY dinilai JK mampu menerapkan demokrasi secara lebih baik. "Dalam proses transisional demokrasi yang sangat terbuka, beliau sangat berperan."
Jk menilai di antara para kepala negara itu, kepemimpinan Jokowi yang paling pas untuk pemerintahan mendatang. Jokowi dianggapnya mampu menunjukan kepemimpinan yang demokratis dan tanpa nepotisme.
"Dia, apa saja masalah di kabinet kami rapatkan.” Sehingga dalam satu tahun rapat bisa lebih dari 200 kali.
Jokowi selalu ingin mendapat pandangan dari sekjen, atau dirjen dari kementerian. Menurut JK, ini ciri orang yang ingin benar-benar mengkaji atau mendapat pandangan.
Jokowi juga tidak melibatkan kerabatnya dalam urusan negara. Hal ini, kata JK, dapat dilihat dari pilihan anak-anaknya yang memilih menjadi wirausahawan ketimbang mengikuti langkah ayahnya di bidang politik dan pemerintahan.
JK mengatakan telah cukup panjang terlibat dalam lima kepemimpinan presiden. "Jadi kesimpulannya semua presiden punya kekuatan dan kelemahan."