INFO NASIONAL-- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid mengingatkan sebagian materi Sosialisasi Empat Pilar MPR berisi sejarah bangsa Indonesia. “Karena itu, acara sosialisasi sangat penting untuk diikuti semua lapisan masyarakat. Karena dengan ikut sosialisasi, bisa menyegarkan ingatan masyarakat terhadap sejarah perjuangan bangsanya sekaligus mempertebal rasa cinta terhadap bangsa Indonesia,” kata Hidayat saat memberikan materi Sosialisasi Empat Pilar di hadapan warga Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin, 4 Maret 2019.
Sosialisasi hasil kerja sama MPR dengan Yayasan Indonesia Sehat Sejahtera itu berlangsung di aula Masjid An Nizhom, Kompleks Perkantoran Rawa Kerbau, Jalan Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Ikut hadir dalam acara itu Ketua Yayasan Indonesia Cerdas sejahtera Fernando.
Sejauh ini, kata Hidayat, MPR sudah melakukan kerja sama dengan berbagai kelompok masyarakat untuk melakukan sosialisasi. Mulai masyarakat di lingkungan RT/RW, sekolah, ormas, organisasi profesi, hingga kelompok masyarakat yang lain.
"Kita tidak mungkin mencintai Indonesia kalau kita tidak mengenalnya dengan baik. Inilah salah satu fungsi kegiatan sosialisasi, mengenalkan sejarah bangsa kepada masyarakat agar timbul perasaan cinta yang makin besar kepada bangsa dan negara," kata Hidayat, menambahkan.
Berdasar sejarahnya, kata Hidayat, sosialisasi pertama dilaksanakan sejak 2004. Waktu itu MPR menggunakan istilah sosialisasi keputusan MPR. Pada 2009, istilah itu berubah menjadi sosialisasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun istilah tersebut di-judicial review, sehingga sejak 2014 istilah yang dipakai menjadi Sosialisasi Empat Pilar MPR.
Dalam kesempatan itu, Hidayat juga menyampaikan,sejak dulu banyak ulama yang ikut berjuang mempertahankan NKRI. Salah satu peristiwa yang tidak bisa dilupakan terjadi ketika sila pertama Pancasila diprotes oleh perwakilan Indonesia Timur yang mengancam akan keluar dari NKRI jika Piagam Jakarta tidak diubah.
"Mendapat laporan seperti itu, Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan Tengku Muhammad Hasan segera berembuk. Walhasil, mereka mau menghapus tujuh kata dalam piagam Jakarta dan menggantinya menjadi bunyi Pancasila seperti yang kita temui sekarang. Semua itu dilakukan demi menjaga keutuhan NKRI yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945," ujarnya.
Kisah-kisah seperti itu, kata Hidayat, harus disampaikan dan dimengerti generasi muda agar menimbulkan nasionalisme serta rasa cinta terhadap bangsa dan negara. (*)