TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Bambang Sudibyo mengusulkan agar model pengelolaan dan pengumpulan zakat dirancang seperti sistem pengelolaan pajak yang bersifat wajib. Usulan itu langsung ditolak oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK.
Baca: 30 Rumah Tak Layak Huni Pondok Kelapa Diperbaiki Pakai Uang Zakat
"Zakat itu urusan manusia dengan Tuhan," kata JK saat memberikan sambutan dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional BAZNAS di Solo, Senin malam 4 Maret 2019. Hal itu membuat negara tidak berwenang untuk memberikan kewajiban untuk membayar zakat, seperti halnya pajak.
Selain itu, dia melanjutkan, zakat pada dasarnya merupakan ibadah yang menjadi kewajiban dalam agama. Menurut Kalla, negara hanya bisa mendorong masyarakat untuk menjalankan ibadahnya, salah satunya melalui membayar zakat.
Campur tangan pemerintah untuk mewajibkan pembayaran zakat seperti halnya pajak juga sulit diterapkan. "Kalau ada yang tidak membayar pajak sanksinya jelas, ditahan atau didenda," katanya. Dia menyebut pemerintah akan kesulitan menentukan sanksi bagi pelanggar pembayar zakat. "Di akhirat hukumannya lebih berat," katanya.
JK menyebut, selama ini banyak masyarakat yang memberikan zakatnya langsung kepada warga miskin di sekitarnya. "Tidak semua lewat BAZNAS," katanya. Namun, hal itu juga harus diapresiasi sebagai bentuk kepedulian pembayar zakat terhadap lingkungan sosial di sekelilingnya.
Dia justru lebih mendukung BAZNAS tetap berbentuk seperti halnya lembaga amal. "Janganlah BAZNAS menjadi birokratis," katanya. JK menyebut bahwa BAZNAS harus bekerja lebih keras untuk memperoleh kepercayaan dari masyarakat untuk menyalurkan zakatnya.
Baca: Bappenas Dorong Pemanfaatan Investasi Dana Zakat untuk SDGs
Sebelumnya, Bambang Sudibyo menyebut bahwa tradisi pengelolaan pengumpulan zakat yang dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabat mirip dengan pengelolaan pengumpulan pajak, yaitu bahwa zakat itu bersifat wajib seperti wajibnya pajak. “Dan juga dipungut oleh negara seperti halnya pajak,” kata dia.