TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komite Khittah Nahdlatul Ulama (NU) Choirul Anam menampik anggapan bakal menggergaji suara Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden melalui wacana Muktamar Luar Biasa NU. Apalagi secara pribadi Choirul mengakui sebagai pendukung Prabowo – Sandiaga di pemilu presiden bulan depan.
Baca juga: Cerita Said Aqil Tak Usulkan Ma'ruf Amin Jadi Cawapres Jokowi
Salah satu bentuk dukungan Choirul pada Prabowo – Sandi ialah penggunaan gedung Museum NU di Jalan Gayungsari, Surabaya, yang dia bangun pada awal 2000-an, untuk posko tim pemenangan pasangan calon nomor urut 02 itu di Jawa Timur. Namun Choirul menyangkal memfasilitasi kubu Prabowo.
“Yang dipakai posko Prabowo-Sandi bukan Museum NU, tapi gedung Bina Pemuda yang dulu milik GP Ansor namun tak diakui oleh Saifullah Yusuf (Ketua GP Ansor saat itu). Lalu ada anggota Ansor yang aktif di Gerindra pinjam gedung itu untuk posko, ya silakan,” ujar Choirul saat ditemui akhir pekan lalu di Surabaya.
Ihwal desakan muktamar luar biasa, Choirul mengklaim bahwa hal itu semata-mata dilandasi oleh keprihatinan sejumlah kiai kultural NU melihat organisasi dibawa masuk terlalu jauh ke ranah politik praktis. Yang paling mencolok, kata dia, ialah majunya Rais Aam Ma’ruf Amin sebagai cawapres Joko Widodo.
Padahal, kata dia, di dalam AD/ART organisasi disebutkan jelas bahwa pengurus NU hasil muktamar diabaiat dan disumpah untuk tidak melibatkan diri secara langsung maupun tidak langsung pada politik praktis. “Lha kalau Kiai Ma’ruf tanpa ba bi bu mencalonkan diri (sebagai cawapres), padahal musyawarah juga enggak, AD/ART dan khittah tidak dipertimbangkan, apa ini tidak melanggar? Ya melanggar,” ucap Choirul.
Choirul mengatakan pernah sepuluh tahun bersama Ma’ruf Amin sebagai pengurus PBNU di era Ketua Umum KH Abdurrahman Wahid. Choirul berujar ia dididik Ma’ruf untuk berani berkata benar jika benar dan salah jika salah. “Karena itu sekarang saya berani bilang njenengan (anda) salah karena melanggar AD/ART. Ndak ada saya menggergaji,” ujar mantan Ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional Ulama itu.
Ketua Bidang Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Robikin Emhas, mengatakan Ma'ruf Amin tidak melanggar AD/ART NU meski dicalonkan sebagai cawapres Jokowi. Alasannya, kata dia, Ma'ruf Amin langsung mengundurkan diri sebagai Rais Aam. "Oh, kalau itu sudah clear, clear," kata Robikin pada Tempo di Banjar, Selasa, 26 Februari 2019.
Baca juga: Ma'ruf Amin Curhat Ide Wisata Halalnya Dicontek Sandiaga
Robikin menjelaskan dalam AD/ART NU memang ada aturan mengenai rangkap jabatan, terutama dengan jabatan politik. Di tingkat PBNU, Rais Aam, Wakil Rais Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum dilarang rangkap jabatan dengan jabatan politik. "Dalam hal ini yang kebetulan menjabat, kalau mencalonkan atau dicalonkan, pilihannya ada dua, mundur atau dimundurkan. Dan beliau (Ma'ruf) sudah memenuhi mekanisme itu," ujarnya.