TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menggelar acara Musyawarah Nasional Alim Ulama NU (munas alim ulama NU) pada 27 Februari hingga 1 Maret 2019 di Kota Banjar, Jawa Barat. Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menilai acara tersebut serupa dengan Munajat 212 yang digelar Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta di Monas, Jakarta beberapa waktu lalu.
1. Melibatkan ulama
Dua acara tersebut sama-sama melibatkan ulama. Pada Musawarah Alim Ulama NU, hadir sejumlah kiai sepuh, antara lain TGH Lalu Turmudzi Badaruddin dari Nusa Tenggara Barat, Muhtadi Dimyati dari Banten, hingga Rais A'am NU Miftachul Akhyar. Kendati demikian, ada sejumlah tokoh yang tidak hadir, misalnya pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Solahuddin Wahid atau Gus Solah; pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus; Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar, Maimun Zubair atau Mbah Moen; hingga pimpinan Jam'iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyyah (Jatman), Luthfi bin Yahya tak tampak hadir.
Sementara, dalam gelaran Munajat 212, pentolan Front Pembela Islam Rizieq Shihab dilibatkan melalui pemutaran video. Dalam video yang diputar, Rizieq mengatakan masih banyak ketidakadilan dan kezaliman di muka bumi ini. Kepada para pendukungnya, Rizieq juga sempat mengakatan mengenai penegakan hukum saat ini yang terkesan suka-suka. Ia pun melontarkan doa untuk para pendukungnya.
Beberapa tokoh yang juga tampak hadir dalam kegiatan munajat dan zikir tersebut di antaranya adalah Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. Selain itu, ada pula Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Amien Rais, Ketua Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif, Wakil Ketua Umum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Neno Warisman dan juga Titiek Soeharto.
2. Rangkaian acara
Dua acara tersebut memiliki durasi dan kegiatan yang berbeda. Munajat 212 berlangsung selama sehari, yaitu 21 Februari 2019. Rangkaian kegiatan dalam acara tersebut antara lain zikir, berdoa hingga senandung salawat.
Adapun Musyawarah Alim Ulama NU berlangsung lebih panjang, yakni dari 27 Februari hingga 1 Maret 2019. Beberapa kegiatan dalam perhelatan itu adalah pembahasan isu-isu keagamaan, kebangsaan, dan urusan rumah tangga NU melalui sejumlah komisi yang telah ditentukan.
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Helmy Faishal Zaini, menjelaskan di forum Munas Alim Ulama NU, ada sejumlah pembahasan yang diklasifikasikan dalam tiga komisi, yaitu Bahtsul Masail Waqiiyyah (pembahasan isu-isu aktual), Maudluiyyah (tematik), dan Qanuniyyah (perundang-undangan).
Di komisi Waqiiyyah para kiai akan berdiskusi tentang hukum membuang sampah plastik, transaksi online, dan perusahaan air minum dalam kemasan yang membuat sumur warga kering. Adapun di Bahtsul Masail Maudluiyyah, ulama dan kiai NU akan membahas tentang konsep Islam Nusantara, Politisasi Agama, serta bentuk negara, kewarganegaraan, dan hukum negara Indonesia.
Sementara pada Bahtsul Masail Qanuniyyah akan membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Sedangkan di forum Konferensi Besar NU, kata Helmy, pembahasan lebih tentang organisasi NU. "Kami evaluasi progress kinerja lembaga, badan otonom," ujarnya.