INFO NASIONAL - Lembaga Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada Rabu, 27 Februari 2019, pukul 13.00 WIB melaksanakan rapat pleno khusus bertema "Pembahasan Topik Pertahanan, Keamanan, dan Wilayah Negara”. Di ruang GBHN lantai 1 Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Lemkaji MPR menggelar rapat ini sesuai dengan fungsinya, yaitu mendapat perspektif dan insight mendalam terkait dengan implementasi sistem serta undang-undang dalam kaitannya dengan pertahanan, keamanan, juga wilayah negara.
Lemkaji MPR, sebagai supporting system MPR, mengkaji dan menampung aspirasi dari berbagai elemen masyarakat Indonesia terkait dengan sistem ketatanegaraan serta perundang-undangan yang berlaku. Dipimpin Ketua Lemkaji MPR Rully Chairul Azhar, rapat pleno khusus ini mengundang pihak-pihak terkait. Hadir langsung sebagai narasumber adalah Menteri Pertahanan Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, dan Gubernur Lemhanas Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo. Turut hadir pula Wakil Ketua MPR Mahyudin.
Dalam sambutannya, Mahyudin mengharapkan sumbang pemikiran untuk NKRI yang terus jaya dan berdaulat. “Hasil rapat ini bisa menjadi masukan kepada Lemkaji MPR,” ujarnya.
Sementara itu Rully menyoroti terkait dengan hankamrata dan bagaimana relevansinya dengan masa sekarang. “Ancaman saat ini berbeda, tentunya penerapannya juga berbeda,” katanya. Rully juga menyinggung soal penerapan bela negara yang lebih implementatif.
Terkait dengan ancaman, Menteri Ryamizard mengungkapkan ada tiga jenis ancaman, yaitu ancaman belum nyata seperti perang terbuka, ancaman nyata seperti terorisme, bencana alam, pemberontakan, narkoba, pelanggar perbatasan, dan ancaman radikalisme. “Dua ancaman terakhir itu nyata sekali sehingga alutsista perlu difokuskan pada hal-hal terkait dan kita harus inisiatif serta pro aktif mencegah ancaman,” tuturnya.
Dalam pemaparannya, Panglima TNI menegaskan langkah-langkah yang diambil TNI disesuaikan dengan kebijakan pemerintah. “Pendekatan yang digunakan lebih komprehensif, tidak hanya keamanan. Kami juga melakukan model pertahanan integratif lewat Satuan TNI Terintegrasi seperti di STT Natuna,” ujarnya.
Sementara itu Agus menjelaskan, tugas pokok TNI adalah berperang dan perang adalah keputusan politik. “Loyal kepada otoritas politik menjadi bagian dari profesionalisme militer,” katanya. “Menurut kami, format bela negara yang cocok saat ini adalah lewat Pramuka.” (*)