TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara partai Gerindra, Andre Rosiade, menilai gagasan pemerintah memperluas jabatan sipil untuk perwira tinggi dan menengah Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau yang ramai disebut sebagai dwi fungsi TNI sebagai kemunduran demokrasi dan semangat reformasi. Kebijakan seperti itu, ujar Andre, memperlihatkan presiden Joko Widodo atau Jokowi kurang paham dengan apa yang disebut sebagai semangat dan cita-cita reformasi.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Tolak TNI Aktif di Jabatan Sipil
"Pak Jokowi bukan pelaku reformasi, sehingga kurang memahami semangat dan cita-cita reformasi. Akibatnya kebijakan dwi fungsi TNI yang baru ini adalah blunder dan kemunduran dari semangat reformasi dan TNI," kata Andre kepada Tempo, Minggu, 24 Februari 2019.
Andre menuturkan ada langkah lain untuk mengatasi perwira tinggi dan menengah yang tak mendapatkan jabatan. Presiden Jokowi, kata dia, bisa memerintahkan Panglima TNI untuk mengembangkan struktur organisasi TNI serta menambah anggaran TNI. Hal itu dapat dilakukan untuk pengembangan organisasi dan pembelian peralatan Alutsista serta peralatan tempur lainnya
Sehingga, Andre menuturkan, TNI sebagai alat pertahanan dapat semakin profesional, terlatih, dan makin dicintai rakyat sebagai pelindung negara. "Bukan malah mau ditempatkan ke institusi sipil lainnya," ujar Andre.
Penempatan perwira tinggi dan menengah TNI pada jabatan sipil menghangat setelah diungkapkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akhir Januari lalu. Hadi mengatakan, penempatan di kementerian dan lembaga diharapkan bisa mengatasi masalah banyaknya perwira tinggi dan menengah TNI yang menganggur.
Ide Hadi menuai penolakan dari pelbagai kelompok masyarakat sejak pertama kali digulirkan. Beberapa pihak menilai rencana itu sama saja dengan mengembalikan dwifungsi TNI.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan menepis isu bahwa perluasan posisi sipil untuk perwira militer itu akan berefek dwifungsi TNI. "Tidak ada membuat dwifungsi, ngarang aja itu," kata Luhut di Jakarta, Jumat, 22 Februari 2019.
Baca juga: Rincian Jenderal tanpa Jabatan di TNI
Luhut mengatakan tengah memetakan posisi apa saja yang diisi perwira aktif. Dengan perluasan itu, jumlah instansi yang dapat dimasuki personel militer menjadi lebih banyak dari ketentuan Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Andre menuturkan pihaknya menolak kebijakan perluasan posisi sipil untuk TNI. "Intinya, kami meminta ke pemerintahan Jokowi, jangan lagi mengembalikan Indonesia kepada kebijakan Orba (Orde Baru) yang jelas-jelas bertentangan dengan demokrasi dan cita-cita reformasi," tutur Andre Rosiade.
RYAN DWIKY ANGGRIAWAN | BUDIARTI UTAMI PUTRI | KORAN TEMPO