TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nashidik menilai gagasan pemerintah memperluas jabatan sipil untuk perwira tinggi dan menengah Tentara Nasional Indonesia sebagai petualangan berbahaya. Rachland mengatakan ide itu harus segera dihentikan. "Ini suatu petualangan berbahaya dan karena itu perlu segera distop," ujar Rachland kepada Tempo, Ahad, 24 Februari 2019.
Rachland mengatakan gagasan itu tak bisa dilepaskan dari konteks tahun politik saat ini. Dengan pemilihan presiden yang sudah di depan mata, kata dia, lazim jika publik menyangka ide itu bertujuan untuk menangguk keuntungan elektoral untuk calon presiden inkumben Joko Widodo. "Wajar jika publik menyangka ide ini sebenarnya tidak serius dan hanya untuk membujuk pemihakan TNI dan mengambil hati keluarganya."
Baca: Ani Yudhoyono Opname karena Kanker Darah, Sekjen Demokrat: Stabil
Penempatan perwira tinggi dan menengah TNI pada jabatan sipil menghangat setelah diungkapkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akhir Januari lalu. Hadi mengatakan, penempatan di kementerian dan lembaga diharapkan bisa mengatasi masalah banyaknya perwira tinggi dan menengah TNI yang menganggur.
Ide Hadi menuai penolakan dari pelbagai kelompok masyarakat sejak pertama kali digulirkan. Beberapa pihak menilai rencana itu sama saja dengan mengembalikan dwifungsi TNI.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan menepis isu bahwa perluasan posisi sipil untuk TNI akan berefek dwifungsi. "Tidak ada membuat dwifungsi, ngarang aja itu," kata Luhut di Jakarta, Jumat, 22 Februari 2019.
Baca: Bupati Sula, Ketua Demokrat Maluku Utara, Dukung Jokowi - Ma'ruf
Luhut mengatakan tengah memetakan posisi apa saja yang diisi perwira aktif. Dengan perluasan itu, jumlah instansi yang dapat dimasuki personel militer menjadi lebih banyak dari ketentuan Undang Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Rachland menuturkan, Partai Demokrat sebenarnya bersedia mendengarkan argumen pemerintah. Namun, kata dia, perubahan norma dan kebijakan besar perlu dirundingkan bersama. "Kami mengkritik pemerintah yang terburu-buru dan mengambil waktu yang salah untuk mengumumkan ide itu," kata Rachland.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | KORAN TEMPO