TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Yogi Setya Permana, melihat rencana pemerintah yang sedang menyiapkan peraturan agar perwira TNI aktif dapat menduduki jabatan lembaga sipil atau banyak disebut sebagai dwifungsi TNI berpotensi menggerus suara calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Tolak TNI Aktif di Jabatan Sipil
"Hal itu bisa menjadi tambahan alasan pembenaran bagi pilihan golongan putih (golput) minimal. Khususnya bagi kalangan yang memiliki perhatian terhadap demokratisasi Indonesia karena menjadi langkah yang cukup mengecewakan," ucap Yogi saat dihubungi, Ahad, 24 Februari 2019.
Namun, di sisi lain, dari kubu penantang juga terlihat kurang all out dalam mengeksplorasi rencana dwifungsi TNI ini sebagai serangan politik.
Wacana pemberian jabatan di lembaga sipil kepada TNI aktif berangkat dari banyaknya perwira tinggi yang tidak memiliki jabatan di militer. Pemerintah menganggap solusinya adalah memberikan ruang lebih lebar kepada perwira agar bisa menjabat di lembaga sipil.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sebelumnya menyatakan pihaknya ingin perwira tinggi TNI aktif bisa mengisi jabatan eselon I dan II di sejumlah kementerian. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menganggap itu bukan masalah dan sedang digodok pemerintah untuk direalisasikan.
Baca juga: Rincian Jenderal tanpa Jabatan di TNI
Langkah yang akan dilakukan adalah merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Polemik rencana pemberian jabatan sipil untuk militer pun semakin menghangat saat Koalisi Sipil membuat petisi penolakan di change.org. Pihak yang menolak menyebut rencana itu sebagai kebangkitan Dwifungsi TNI.