Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Indonesia Dianggap Benteng Terakhir Industri Rokok Global

Reporter

Editor

Amirullah

image-gnews
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Lawan Industri Rokok (Gebrak) melakukan aksi simpatik kesehatan dan pengendalian tembakau saat Car Free Day di kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, 24 April 2016. Mereka mengajak masyarakat untuk menolak diadakannya pameran mesin rokok atau Internasional World Tobacco Process and Machinery. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Lawan Industri Rokok (Gebrak) melakukan aksi simpatik kesehatan dan pengendalian tembakau saat Car Free Day di kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, 24 April 2016. Mereka mengajak masyarakat untuk menolak diadakannya pameran mesin rokok atau Internasional World Tobacco Process and Machinery. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia dianggap menjadi benteng terakhir industri rokok global. Hal itu diungkapkan Mardiyah Chamim, penulis buku "A Giant Pack of Lies, Bongkah Raksasa Kebohongan: Menyorot Kedigdayaan Industri Rokok di Indonesia".

Baca: KADIN: Tidak Ada CSR Industri Rokok

"Hampir semua negara di dunia sudah mengambil langkah perlindungan kesehatan publik yang membatasi gerak industri rokok, kecuali Indonesia," kata Mardiyah dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu, 20 Februari 2019.

Direktur Eksekutif Tempo Institute itu mengatakan industri rokok global menyasar Indonesia juga karena memiliki populasi besar, yaitu 256 juta jiwa dengan tingkat pendidikan rendah dan diperkirakan 70 persen populasi adalah perokok.

Selain itu, pemerintah Indonesia dinilai lemah dan gampang dipengaruhi oleh kepentingan pemilik modal. Bahkan kampanye kesehatan yang mengacu pada standard Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diubah demi kepentingan pemilik modal.

"Pernah ada kampanye kesehatan di Indonesia tentang gaya hidup sehat standard WHO. Menurut standard WHO, gaya hidup sehat salah satunya tidak merokok, tetapi kampanye di Indonesia soal merokok jadi hilang," kata wartawan senior Tempo itu.

Ilustrasi pabrik rokok kretek. TEMPO/Aris Novia Hidayat

Selain pemerintah yang lemah, politikus Indonesia juga dinilai mudah dibeli. Mardiyah mencontohkan soal ayat tentang tembakau sebagai zat adiktif yang sempat hilang dari Undang-undang Kesehatan. "Di tubuh undang-undang, ayat tentang tembakau hilang. Namun, politikus yang menghilangkan ayat itu lupa menghilangkan dari bagian penjelasan," katanya.

Baca: Pemerintah Bahas Kenaikan Cukai Rokok

Mardiyah menjadi salah satu pembicara dalam diskusi "Campur Tangan Diktator Terselubung Dalam Politik" yang diadakan Social Movement Institute (SMI). Selain Mardiyah, pembicara lainnya adalah pegiat Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dan praktisi komunikasi Paramita Mohamad.

Diskusi itu digelar Social Movement Indonesia (SMI), sekelompok anak muda yang berfokus pada menanamkan kesadaran kritis pada anak muda. Yang disorot kali ini adalah kedigdayaan industri rokok yang begitu kuat mengintervensi para pembuat kebijakan, baik eksekutif maupun legislatif di Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Senada dengan Mardiyah, Julius membeberkan berbagai jenis upaya regulasi tembakau yang selalu mendapat ganjalan kepentingan industri. Bukan hanya sekarang, tetapi mulai dari Undang-Undang tentang Kesehatan 1992, UU Kesehatan 2003 yang ditandai dengan hilangnya ayat tembakau, dan kini dengan tidak kunjung berhentinya pembahasan RUU Pertembakauan. "RUU Pertembakauan ini sangat ajaib. Panitia kerjanya adalah anggota DPR yang semuanya adalah bendahara di partai masing-masing," kata Julius.

Ilustrasi peringatan kesehatan di bungkus rokok.. REUTERS/Beawiharta

Paramitha Mohamad menggarisbawahi bahwa kedigdayaan industri rokok berpijak pada kesuksesan mereka membangun mitos. "Mitos bahwa industri rokok adalah tiang perekonomian, misalnya," kata Paramitha. Mitos ini dihembuskan dan dikuatkan terus-menerus sehingga masyarakat yang kritis pada industri rokok dianggap membahayakan perekonomian. Padahal, berbagai studi Bank Dunia menyebutkan kontribusi industri rokok tidaklah terlalu besar.

Mitos lainnya adalah industri rokok dianggap sebagai filantropis mulia. "Mereka mendukung olahraga dan seni, sehingga industri rokok mendapat justifikasi bahwa mereka sedang membela budaya negeri," kata Paramitha.

Baca: YLKI: Perusahaan Rokok Eksploitasi Anak Peserta Audisi Atlet

Hal inilah yang kemudian membuat masyarakat dipaksa memaklumi perusahaan rokok yang menggunakan anak-anak sebagai tameng. "Ada tayangan video yang menggunakan ratusan anak berkaos Djarum. Itu kan eksploitasi, tapi masyarakat cenderung tak bereaksi," katanya.

Mardiyah Chamim mengungkapkan pengalamannya meneliti dokumen industri rokok yang tersimpan di perpustakaan online University of California San Fransisco, yang dituangkan dalam buku berjudul "Giant Pack of Lies". Ada tiga ribu dokumen yang berisi korespondensi antara kantor pusat Philip Morris, BAT, dengan kantor mereka di Jakarta. "Isinya tentang nota-nota bagaimana industri mengintervensi kebijakan lokal," kata Mardiyah.

Sebanyak tiga ribu dokumen tersebut memang sudah kuno, dari tahun 1980 dan 1990-an. "Namun, isinya mencerminkan betapa kuatnya intervensi industri rokok," kata Mardiyah.

ANTARA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Dokter Ungkap Alasan Banyak Anak Muda yang Sakit Jantung

2 hari lalu

ilustrasi jantung (pixabay.com)
Dokter Ungkap Alasan Banyak Anak Muda yang Sakit Jantung

Banyak kalangan berusia 20 tahun ke atas sudah memiliki riwayat sakit jantung. Dokter jantung ungkap penyebabnya.


Kabupaten Pasuruan, Komitmen Memberantas Rokok Ilegal

4 hari lalu

Penjabat Bupati Pasuruan Andriyanto memberikan sambutan dalam kegiatan Pemusnahan Barang Kena Cukai Ilegal di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Pasuruan, Jawa Timur, Kamis 1 Agustus 2024. Dok. Pemkab Pasuruan
Kabupaten Pasuruan, Komitmen Memberantas Rokok Ilegal

Pemerintah Kabupaten Pasuruan bersama Bea Cukai Pasuruan dan pihak terkait berupaya mengamankan hak-hak negara atas barang kena cukai, sekaligus melindungi masyarakat.


3 Alasan Pengusaha Menolak Aturan Rokok Eceran di PP Kesehatan

5 hari lalu

Salah seorang warga di Kelurahan Pengadegan, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, membeli rokok secara ketengan, Senin, 5 Agustus 2024. Lewat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, pemerintah mengatur larangan penjualan rokok eceran. Sejumlah pemilik warung dilema menanggapi aturan tersebut karena sulit membendung keinginan masyarakat yang hanya mampu membeli rokok ketengan. TEMPO/Nandito Putra
3 Alasan Pengusaha Menolak Aturan Rokok Eceran di PP Kesehatan

Dari sudut pandang pengusaha, aturan baru terkait rokok dalam PP Kesehatan dianggap dapat membawa dampak negatif bagi industri dan ekonomi.


Aturan Pengamanan Produk Tembakau Dinilai Bisa Picu PHK Massal

8 hari lalu

Petani menjemur irisan daun tembakau di Desa Sukasari, Sumedang, Jawa Barat, 4 September 2024. Tembakau ini dikirim ke industri pengolahan tembakau shag dan pabrik rokok kretek kecil. TEMPO/Prima mulia
Aturan Pengamanan Produk Tembakau Dinilai Bisa Picu PHK Massal

Ketua Umum FSP RTMM - SPSI mengatakan aturan pengamanan produk tembakau dan rokok elektrik mengancam 6 juta pekerja di sektor industri hasil tembakau.


GAPPRI: PP Nomor 28 Tahun 2024 Ancam Kelangsungan Industri Kretek Nasional

21 hari lalu

Pekerja melakukan pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di pabrik rokok PT Djarum, Kudus, Jawa Tengah, Selasa 2 April 2024. Perusahaan tersebut membagikan uang THR kepada 51.317 pekerja harian dan borongan yang tersebar di sembilan Kabupaten dengan total Rp129.949.743.295 guna membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan keluarga selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho
GAPPRI: PP Nomor 28 Tahun 2024 Ancam Kelangsungan Industri Kretek Nasional

Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menilai terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 berdampak bagi industri kretek.


Dokter Jantung Sebut Pentingnya Kampanye Antirokok untuk Kurangi Perokok Remaja

34 hari lalu

Ilustrasi berhenti merokok. Pexel/George Morina
Dokter Jantung Sebut Pentingnya Kampanye Antirokok untuk Kurangi Perokok Remaja

Dokter menjelaskan kampanye antirokok bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah bertambahnya perokok, khususnya di kalangan remaja.


Dokter Jantung Ingatkan Risiko Kesehatan pada Perokok meski Tampak Sehat

35 hari lalu

ILustrasi larangan merokok. REUTERS/Eric Gaillard
Dokter Jantung Ingatkan Risiko Kesehatan pada Perokok meski Tampak Sehat

Dokter jantung mengingatkan perokok kondisi fisik yang hanya terlihat dari luar tak bisa menjadi tolok ukur dan alasan untuk tetap merokok.


Pengaturan Iklan Promosi dan Sponsor Rokok di Dunia Digital Bisa Bantu Tekan Perokok Remaja

37 hari lalu

Ilustrasi rokok, stop smoking, no smoking
Pengaturan Iklan Promosi dan Sponsor Rokok di Dunia Digital Bisa Bantu Tekan Perokok Remaja

Keluarnya PP no 28 tahun 2024 tentang kesehatan merupakan langkah yang tepat karena mengatur iklan promosi dan sponsor rokok di internet


Remaja Semakin Rentan Dikepung Iklan Rokok Varian Rasa

37 hari lalu

Ilustrasi berhenti merokok. Pexel/Erick McClean
Remaja Semakin Rentan Dikepung Iklan Rokok Varian Rasa

Penambahan varian rasa produk rokok memang menjadi salah satu strategi baru industri tembakau untuk menarik perhatian konsumen baru, khususnya remaja.


Sebab PP Kesehatan Berpeluang Kurangi Angka Perokok Remaja

40 hari lalu

Ilustrasi berhenti merokok. Freepix.com
Sebab PP Kesehatan Berpeluang Kurangi Angka Perokok Remaja

Mengingat kondisi psikologis remaja yang masih rentan maka pemerintah wajib melindungi dari target pemasaran industri rokok hingga tak jadi perokok.