TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih menyatakan menyesali perbuatannya telah menerima suap dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1. "Saya menyesali apa yang terjadi pada diri saya, saya bertaubat, saya menerima konsekuensi dari apa yang saya lakukan," kata Eni Saragih saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 19 Februari 2019.
Eni Saragih menyatakan kaget mendengar tuntutan dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebelumnya jaksa menuntut Eni dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Selain itu, Eni dituntut membayar uang pengganti Rp 10,35 miliar plus Sing$ 40 ribu.
Jaksa menyatakan Eni Saragih terbukti menerima duit suap Rp 4,75 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd, Johannes Budisutrisno Kotjo. Duit diberikan supaya Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek tersebut.
Selain itu, jaksa menyatakan Eni juga terbukti menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan Sing$ 40 ribu dari sejumlah pengusaha bidang minyak dan gas.
Selain soal hukuman, Eni juga mengaku kaget karena jaksa menolak permohonan menjadi justice collaborator dan menganggapnya pelaku utama dalam perkara ini. Padahal, menurut Eni, dirinya hanyalah petugas partai yang menjalankan tugas dari petinggi partai. "Saya bukan siapa-siapa tanpa perintah petinggi partai.”
Eni berharap majelis hakim menjatuhkan hukuman seringan-ringannya dan mengabulkan permohonannya sebagai JC. Dia meminta majelis hakim mempertimbangkan statusnya sebagai ibu dari dua orang anak.
Mantan politikus Partai Golkar itu juga mengatakan tak ada kerugian negara dalam perkara ini, sebab semua uang berasal dari swasta. Dia mengatakan uang yang dia terima digunakan untuk kepentingan partai, organisasi dan membantu masyarakat tidak mampu. "Saya juga sudah kooperatif untuk membantu penegak hukum membuka kasus ini," katanya.