TEMPO.CO, Bandung- Terdakwa suap Meikarta Henry P. Jasmen menyebut sumber pendanaan pelicin dalam kasus ini berasal dari seorang pengusaha asal Surabaya bernama Seno. Henry menyebut nama tersebut saat sidang memasuki tahap pemeriksaan terdakwa. Nama Seno sejak awal tidak ada dalam materi penyidikan hingga persidangan.
Henry mengatakan uang yang digunakan untuk menyuap para pejabat di Pemkab Bekasi dan Pemprov Jabar semua berasal dari pengusaha itu. Namun, pernyataan Henry diragukan jaksa penuntut umum maupun majelis hakim. “Apa yang bisa Anda buktikan sumber uang dari Seno?” Jaksa penuntut umum bertanya kepada Henry saat pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri Bandung, Kamis malam, 14 Februari 2019.
Baca: Di Sidang, Peran Billy Sindoro dalam Suap Meikarta Terungkap
Henry pun tak membuktikan apapun. Ia mengaku tak memilki bukti percakapan bahkan tanda serah terima uang-uang itu. Ia juga mengaku tidak memilki nomor telepon Seno. “Bagaimana bisa bekerja sama tapi anda tidak memilki nomor kontak?” kata hakim.
Henry terus menjelaskan bahwa pengusaha itu menggelontorkan uang untuk keperluan investasi. “Seno seorang investor. Dia mau investasi. Sangat antusias investasi tanah di sekitar Meikarta.” Namun, lagi-lagi ketika jaksa dan hakim meminta bukti keterlibatan pengusaha itu, Henry tak bisa menjawabnya. Bahkan, hakim menilai Seno yang disebutkan oleh Henry adalah tokoh fiksi.
Nama Seno ini disebutkan Henry ketika ia dicecar pertanyaan soal sumber uang suap. Henry selalu menjawab bahwa sumber uang itu berasal dari Seno. Uang diberikan secara tunai kepada Henry melalui orang bernama Cak Mardi. “Saya mendapat uang itu sekitar bulan Mei akhir. Saya dapat dari Cak Mardi itu sekitar uang itu ada Rp 5 miliar. Saya pecah jadi dua: satu untuk Kasikin, satu untuk Neneng Rahmi (pejabat PUPR Pemkab Bekasi),” kata Henry saat ditanya sumber uang suap untuk pejabat di Pemkab Bekasi oleh jaksa.
Baca: Sidang Meikarta, Jaksa Ungkap Pertemuan James Riady-Bupati Neneng
Henry didakwa memberikan uang suap kepada para pejabat mulai dari Pemprov Jabar hingga pejabat dinas-dinas di Pemkab Bekasi. Henry memilki orang suruhan yakni Taryudi yang ditugasi menyampaikan uang-uang suap kepada para pejabat.
Pengusaha asal Surabaya itu juga diketahui oleh Billy Sindoro, terdakwa yg lain dalam perkara ini. Saat pemeriksaan terdakwa, Billy mengetahui bahwa ada pengusaha yang ambisius untuk berinvestasi di lahan-lahan sekitar Meikarta. Billy mengatakan pernah bertemu satu kali dengan Seno.
“Seingat saya di awal-awal interaksi dengan Henry dan Fitra ketika mereka terlibat mengurus izin Meikarta, mereka mengatakan ada investor dari Surabaya. Tetapi yang saya tangkap mereka dimodali. Ini bagian kecil dari usaha investor ini berinvestasi,” kata Billy.
Simak: Sidang Meikarta, Jaksa Ungkap Pertemuan James Riady-Bupati Neneng
Jaksa penuntut umum KPK pun meragukan keterangan Henry soal Seno. Jaksa malah mengeluarkan bukti bahwa dalam proses suap itu Henry kerap berkomunikasi dengan orang kepercayaan Billy Sindoro yakni Christoper Mailool. “Saksi ada komunkiasi dengan CM (Christoper Mailool) tanggal 8 Juni,” ucap jaksa Yadyn.
“Bro, kebutuhan utk abang pls tunggu aba2 dari kita utk berikan ya. Pls jangan langsung berikan. Tx bro,” tulis Christoper dalam pesan singkatbkepada Henry yang ditunjukan jaksa.
Jaksa menilai bukti itu menunjukan adanya keterlibatan Lippo dalam sumber uang suap yang diberikan Henry. Percakapan teks (chatting) itu dilakukan sehari sebelum uang diberikan kepada Neneng Rahmi.
Selepas persidangan, jaksa penuntut umum I Wayan Riyana mengatakan bahwa Seno yang disebut Henry adalah fiktif. Ia menilai bahwa tak ada bukti yang terkait dengan Seno di kasus suap Meikarta. Meskipun, Henry saat diperiksa di penyidikan sempat menyebut nama Seno setelah sebelumnya mencabut BAP. “Memang ada nama Seno, tapi terkait pengurusan perizinan tidak ada hubungan, tidak ada percakapan. Kalau memang ada komunikasi, bisalah kita anggap itu suatu pembenaran, tapi sampai sejauh ini kita lihat WhatsApp, telepon sampai kami tanya ada nomor teleponnya atau tidak, kan tidak ada," ujar Riyana.