TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Kepolisian Resor Kota Surakarta Ajun Komisaris Besar Rifai mengatakan bahwa status Ketua PA 212 atau Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif sudah ditingkatkan menjadi tersangka. Polisi juga sudah mengirimkan surat panggilan untuk pemeriksaan.
Baca: Ketua PA 212 Slamet Maarif Jadi Tersangka
Pekan lalu, polisi telah memeriksa Slamet sebagai saksi. "Kami telah mengumpulkan keterangan dari dia serta dari beberapa saksi lain," katanya, Senin 11 Februari 2019. Sedikitnya ada 11 saksi yang telah diperiksa dalam kasus dugaan pelanggaran kampanye itu.
Menurut Andy, polisi telah mempelajari keterangan para saksi, termasuk memeriksa beberapa bukti. "Selanjutnya kami melakukan gelar perkara pada Jumat malam kemarin," katanya. Berdasar hasil gelar perkara, mereka pun menaikkan status Slamet dari saksi menjadi tersangka.
Slamet disangka melanggar pasal 280 Undang Undang tentang Pemilu. Pasal tersebut mengatur tentang larangan kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu.
Atas pelanggaran itu, Slamet diancam pidana penjara maksimal satu tahun dan denda maksimal Rp12 juta (pasal 492 UU Pemilu), atau penjara dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta (pasal 521 UU Pemilu).
Andy menyebut bahwa polisi telah mengirim surat panggilan kepada Slamet sebagai tersangka. "Kami panggil untuk diperiksa pada Rabu besok," katanya. Pekan lalu, polisi juga sudah memeriksa Slamet namun masih menjadi saksi.
Kasus itu bermula dari acara tablig akbar yang digelar oleh Persatuan Alumni 212 Solo Raya. Saat itu Slamet Maarif yang juga berstatus sebagai Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga datang sebagai salah satu pembicara. Lantaran pidatonya dianggap bermuatan kampanye, Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma'ruf Solo akhirnya melaporkannya ke Bawaslu Kota Solo.
Simak juga: Ketua PA 212 Slamet Maarif Tersangka Pelanggaran Kampanye
Bawaslu lantas memproses laporan dugaan pelanggaran kampanye oleh Ketua PA 212 Slamet Maarif dengan memeriksa saksi serta barang bukti. Setelah berkoordinasi dengan kepolisian dan kejaksaan dalam Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), mereka menyimpulkan bahwa kasus itu layak untuk masuk ranah pidana pemilu. Selanjutnya, Bawaslu menyerahkan persoalan itu ke kepolisian.