TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon menganggap pemberian penghargaan kemerdekaan pers kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional di Surabaya perlu dikritik. Menurut dia, banyak peristiwa yang bertolak belakang dengan penghargaan itu.
Baca: Cerita Jokowi Soal Politik Badan Kurus Saat Disebut Antek Asing
"Penghargaan terjadi di tengah kembali maraknya fenomena blackout untuk berita-berita yang dinilai bisa merugikan penguasa," kata Fadli dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 9 Februari 2019. Ia merujuk pada pemberitaan acara Reuni Alumni 212 di Monumen Nasional akhir tahun lalu.
Politikus Partai Gerindra itu juga menganggap pemberian remisi terhadap otak pembunuhan wartawan Radar Bali membuat geram banyak pihak. Fadli juga menuding sebagian media mainstream saat ini tidak hadir sebagai pengawas jalannya pemerintahan. "Lebih banyak hadir sebagai brosurnya penguasa," tutur dia. "Kita berharap agar pers tak kehilangan fungsi sebagai alat kontrol kekuasaan."
Sebelumnya, kemarin Jokowi bersama istrinya menghadiri peringatan Hari Pers Nasional 2019 di Surabaya, Jawa Timur. Turut serta mendampingi Presiden dan Ibu Iriana dalam penerbangan menuju Provinsi Jawa Timur, antara lain Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Koordinator Staf Khusus Presiden Teten Masduki, Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Sekretaris Militer Presiden Marsda TNI Trisno Hendradi, dan Komandan Paspampres Mayjen TNI Maruli Simanjuntak.
Dalam kehadirannya itu, Jokowi menerima medali kemerdekaan pers yang merupakan penghargaan tertinggi kepada seseorang yang dianggap berjasa besar dalam dunia pers.