TEMPO.CO, Jakarta - Badan Siber dan Sandi Negara menyatakan belum diberi akses untuk mengaudit keamanan teknologi informasi yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Karena kendala itu, BSSN menyatakan belum bisa memberikan saran kemananan siber untuk KPU.
Baca: KPU: Golput Hanya Keren di Masa Orde Baru
"Bagaimana kami memberikan saran yang obyektif kalau tidak diberikan akses untuk mengaudit oleh pemilik dan penanggungjawab infrastruktur," kata Direktur Deteksi Ancaman Siber BSSN, Sulistyo, di Jakarta Pusat, Sabtu, 9 Februari 2019.
Sulistyo mengatakan sebenarnya tugas BSSN untuk melakukan pengamanan data lembaga negara telah tertuang dalam Perintah Presiden Nomor 53 dan 133 Tahun 2017 tentang BSSN. Di situ BSSN disebut sebagai koordinator keamanan siber di Indonesia. Dalam hal pemilu, kata dia, seharusnya BSSN memiliki tugas seperti halnya dengan Polri yang melakukan pengamanan penyaluran logistik pemilu.
Sulistyo mengatakan beberapa waktu lalu memang telah diundang KPU untuk melakukan rapat. Dari rapat itu BSSN melakukan pendampingan dari luar dengan memberikan saran. Namun, hal itu kurang efektif karena hanya memberikan rekomendasi yang bersifat tidak mengikat atau harus dilaksanakan KPU. "Apakah saran itu dilaksanakan KPU, kami enggak bisa kontrol," katanya.
Baca: Libur Panjang Memicu Golput, KPU: Rugi Jika Tak Memilih
Kepala BSSN Djoko Setiadi mengakui masih ada masalah kepercayaan terhadap lembaganya. Dia mengatakan masih ada asumsi miring tentang BSSN berpihak pada penguasa. Dia mengatakan tudingan miring itu paling terasa pada pemilu 2014 saat lembaga ini masih bernama Lembaga Sandi Negara.
Dia mengatakan kekhawatiran tersebut harusnya tidak ada. Sebab, seluruh pegawai BSSN telah disumpah seumur hidup untuk menjaga kerahasiaan. "Kami mengimbau para pejabat pemangku di KPU betul-betul harus yakin 100 persen percaya pada BSSN," katanya.