TEMPO.CO, Yogya - Hasil survei nasional Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta menunjukkan opini intoleransi dan opini radikalisme yang tinggi di kalangan guru di berbagai tingkatan sejak TK hingga SMA.
Baca: HS dan Agni Tandatangan, Kasus Dugaan Pencabulan Mahasiswi UGM Berakhir Damai
"Penelitian ini bertujuan melihat pandangan serta sikap keberagamaan guru sekolah/madrasah di Indonesia," tutur Koordinator Survei Nasional 2018 Yunita Faela Nisa dalam Seminar Diseminasi Hasil Survei Nasional PPIM UIN Jakarta mengangkat tema 'Ada Opini Radikal di Antara Guru yang Toleran?' di Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Kamis, 7 Februari 2019.
Yunita menjelaskan, untuk Yogyakarta dengan jumlah guru muslim yang disurvei sebanyak 32 orang, hasilnya menunjukkan opini intoleran sebesar 59,38 persen. Ini hampir sama dengan persentase secara nasional sebesar 57,03 persen.
"Ada opini intoleransi dan opini radikal guru di semua level pendidikan secara nasional yang angkanya cukup tinggi. Hanya saja pandangan tentang hal tersebut berbeda-beda. Untuk DIY misalnya, sebanyak 59,38 persen guru memiliki opini yang mendukung berdirinya negara Islam. Meski demikian, pandangan tentang dukungan pendirian negara Islam memiliki spektrum yang bervariasi," sambung Yunita.
Lebih jauh, Yunita menjelaskan ada spektrum pemahaman, misalnya saja ketika anak didik menjalin hubungan dengan kelompok yang berbeda keyakinan, dikhawatirkan akidah mereka akan luntur. Kondisi ini khususnya terjadi pada guru yang mengajar di jenjang lebih rendah, seperti TK atau SD.
Sementara itu Pelaksana tugas Kepala Kanwil Kemenag DIY Edhi Gunawan dalam kesempatan tersebut mengaku cukup kaget dengan hasil survei tersebut, karena jika dilihat secara umum tidak ada indikasi yang menonjol. Hanya saja ia mengakui guru-guru madrasah mulai dari RA-MA selama ini cenderung bergaul dengan kelompok yang homogen. Tidak pernah bertemu dengan murid nonmuslim sehingga tidak terbiasa berkomunikasi yang kemungkinan dapat memancing intoleransi.
"Bahkan kecenderungannya mereka juga tinggal di lingkungan muslim, bukan masyarakat majemuk. Karena itu sesuai arahan Menteri Agama, kami akan memperbanyak program yang memberikan pengalaman bagi guru terkait
kemajemukan dan keberagaman. Termasuk juga mensosialisasikan moderasi agama," kata Edhi.