TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas mengatakan lembaganya telah menggelar rapat dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membahas soal buku ajar untuk sekolah dasar yang menyebut NU organisasi radikal. Salah satu poin kesepakatan rapat tersebut adalah PBNU meminta buku tersebut ditarik dari peredaran dan dihentikan pencetakannya.
Baca juga: Said Aqil Ajak Warga NU Sukseskan Pemilu, Setelah itu Dangdutan
"Dua poin kesepakatan lainnya, kami meminta materi buku tersebut direvisi dan dilakukan mitigasi untuk mencegah penulisan buku yang tak sesuai fakta dan mendiskreditkan NU," ujar Robikin saat dihubungi Tempo, Rabu, 6 Februari 2019.
Buku ajar yang menulis NU organisasi radikal di masa penjajahan. Foto: Istimewa
Robikin menjelaskan, pertemuan itu digelar di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada hari ini, Rabu, 6 Februari 2019, pukul 14.00 - 16.00. Tiga poin tuntutan NU diklaim disepakati dalam rapat tersebut.
Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini mengatakan, sebelumnya organisasinya protes kepada Kemendikbud terkait adanya penerbitan buku panduan belajar untuk Kelas V Sekolah Dasar (SD), yang membuat sejarah kemerdekaan dan menyebut NU sebagai salah satu organisasi radikal.
Baca juga: Di Depan Kiai NU, Ma'ruf Amin: 212 Telah Menjadi Gerakan Politik
Meskipun frasa organisasi radikal yang dimaksud adalah organisasi radikal yang bersikap keras menentang penjajahan Belanda, menurut Helmy, PBNU sangat menyayangkan diksi organisasi radikal yang digunakan oleh Kemendikbud dalam buku tersebut.
"Istilah tersebut bisa menimbulkan kesalahpahaman oleh peserta didik di sekolah terhadap Nahdlatul Ulama," kata dia.
Rapat pengurus PBNU dan Kemendikbud membahas penarikan buku ajar yang sebut NU organisasi radikal, di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada hari ini, Rabu, 6 Februari 2019. Foto: Istimewa
Baca juga: Dikritik MUI, Said Aqil: Saya atau NU Bukan Bawahan Majelis Ulama
Helmy menjelaskan, frasa yang menyebut NU seperti itu menjadi persoalan karena organisasi radikal belakangan identik dengan organisasi yang melawan dan merongrong pemerintah, melakukan tindakan-tindakan radikal, menyebarkan teror dan lain sebagainya. "Pemahaman seperti ini akan berbahaya, terutama jika diajarkan kepada siswa-siswi," ujar dia.