TEMPO.CO, Jakarta - Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang atau RUU Permusikan terus mengalir. RUU ini dinilai musisi bukan jalan keluar untuk kesejahteraan mereka, malah mengekang kreativitas dengan adanya pasal karet dalam draft rancangan itu.
Baca juga: RUU Permusikan Tuai Polemik, Pembahasannya Sampai di Mana?
RUU Permusikan sebenarnya bukan hal baru. Sejak 2015, gagasan untuk mengatur tentang musik telah muncul pasca sejumlah musikus atas nama Kami Musik Indonesia (KAMI) menyambangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat.
Diinisiasi oleh anggota Komisi X Anang Hermansyah yang juga merupakan seorang musisi, rapat dengar pendapat saat itu membahas tentang penerapan UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang dinilai belum berjalan secara utuh.
Ditemui di rumahnya di kawasan Tangerang Selatan, Anang mengatakan saat itu para musisi berharap banyak pada tata kelola perbaikan musik hanya dengan merevisi UU nomor 28 tahun 2014 saja. Padahal ia menilai untuk memperbaiki tata kelola ini, dibutuhkan aturan baru yang khusus membahas terkait musik.
"Saat itu kami sepakat, tak kuat landasan UU Hak Cipta ini untuk menggiring industri musik Indonesia yang pertumbuhannya didera berbagai masalah," kata Anang, Selasa, 5 Februari 2019.
Meski begitu, membutuhkan waktu dua tahun, hingga pada 2017 KAMI kembali datang ke DPR untuk mengajukan adanya regulasi di bidang musik. Setahun kemudian, naskah akademik dibuat. Anang mengatakan materi naskah akademik itu berasal dari kajian timnya dan juga merujuk pada 12 butir rencana aksi bidang musik, yang disepakati dalam Konferensi Musik Indonesia pertama di Ambon.
Draf naskah akademik ini belakangan dikritik keras karena menggunakan sumber dari blog seorang anak Sekolah Menengah Kejuruan. Anang berkilah dengan menyebut draf naskah akademik memang masih sangat kasar dan menggunakan sumber relevan seluas mungkin. "Mungkin saat itu dipikir ide dari sumber itu bagus juga. Nanti kan akan dibahas lagi (draf ini)," kata Anang.
Pada April 2018, sejumlah musisi kembali menyambangi DPR untuk menanyakan progres regulasi ini. Pada 15 Agustus 2018, draf RUU permusikan yang saat ini ramai dibicarakan terbit. Tak lama berselang, di sidang paripurna DPR 31 Oktober 2018, RUU Permusikan resmi masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2019.
Di awal tahun ini, musikus yang diinisasi oleh KAMI kembali menemui Ketua DPR Bambang Soesatyo untuk membahas lanjutan dari RUU tersebut. RUU ini kembali menjadi perbincangan setelah sejumlah musikus melontarkan kritikan keras pada isi draf RUU itu.
Ada 53 orang musisi menyatakan menolak RUU Permusikan karena dinilai dapat menghambat dan membatasi proses kreasi mereka. Para musisi indie yang menyatakan penolakan itu, antara lain, Mondo Gascaro, Danilla Riyadi, Agustinus Panji Mardika, Jason Ranti, Cholil Mahmud, dan lain-lain.
19 pasal RUU Permusikan dipermasalahkan. Mulai dari redaksional atau bunyi pasal, ketidakjelasan mengenai siapa dan apa yang diatur, hingga persoalan mendasar atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik. Selain itu, aturan adanya sertifikasi dan uji kompetensi bagi musisi yang diterakan dalam RUU juga dinilai memberatkan.
"Tujuan RUU ini jelas banget berpihaknya kemana, yang mau dipadamkan jelas kebebasan berekspresi, berkarya, dan berbudaya serta manfaat ekonomi yang bisa dihasilkan dari situ oleh individu-individu," kata Mondo Gascoro.
Menanggapi hal ini, Anang kembali mengatakan draf memang masih berpotensi besar mengalami perubahan. Karenanya, ia mengatakan akan berkeliling untuk menemui musisi untuk mensosialisasikan RUU ini dan meminta saran serta masukan. "Semua aku minta memberikan masukan. Nanti aku akan lebih banyak berdiskusi dengan mereka," kata Anang.
Di Komisi X sendiri pembahasan terkait RUU ini belum berjalan. Anggota Komisi X dari Partai Keadilan Sejahtera Ledia Hanifa mengatakan pertemuan terakhir adalah audiensi KAMI. Isinya hanya membahas harapan para musisi secara umum saja. "Baru sampai tahap itu, belum pembahasan draf dan lain-lain," kata Ledia lewat pesan elektronik.
Baca juga: Empat Poin Kritik RUU Permusikan dari Koalisi Nasional
Meski telah masuk Prolegnas Prioritas, namun penyelesaian RUU Permusikan dipertanyakan karena menjelang memasuki pergantian periode anggota DPR. Apalagi Anang yang menjadi inisiator RUU ini dipastikan tak akan kembali mencalonkan diri sebagai anggota dewan periode 2019-2024.
Menanggapi hal ini, Anang masih percaya diri RUU ini akan diteruskan oleh musisi lain yang menjadi anggota dewan nanti. Apalagi sejumlah musikus seperti Giring Ganesha dari band Nidji hingga Ifan dari band Seventeen juga mencalonkan diri. "Aku juga pasti akan tetap berjuang meski gak di parlemen. Akan tetap ke daerah untuk mencari masukan," kata Anang.
ANTARA